Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sistem Cukai Rokok RI Kompleks, Ekonom UI: Tidak Efektif!

Ekonom Universitas Indonesia Faisal Basri menilai struktur cukai di Indonesia yang terdiri dari 8 golongan saat ini masih terlalu banyak dan tidak efektif.
Pekerja memproduksi rokok Sigaret Kretek Tangan (SKT) di salah satu pabrik rokok di Kudus, Jawa Tengah, Kamis (23/12/2021). ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho
Pekerja memproduksi rokok Sigaret Kretek Tangan (SKT) di salah satu pabrik rokok di Kudus, Jawa Tengah, Kamis (23/12/2021). ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho

Bisnis.com, JAKARTA – Ekonom Universitas Indonesia Faisal Basri menilai struktur cukai di Indonesia yang terdiri dari 8 golongan saat ini masih terlalu banyak dan tidak efektif.

“Struktur 8 layer itu masih memberikan degree of maneuverability kepada perusahaan untuk menyiasati kenaikan cukai,” ujarnya dalam Webinar Indonesia Lebih Sehat melalui Penyederhanaan Struktur Tarif Cukai Hasil Tembakau, Selasa (14/6/2022).

Menurutnya, sistem penggolongan tarif cukai hasil tembakau berdasarkan jumlah produksi menjadi peluang bagi perusahaan rokok untuk bermanuver untuk melakukan penghindaran pajak.

Bahkan, besaran tarif cukai yang ditentukan lewat ambang batas produksi juga menyebabkan adanya selisih tarif yang lebar antargolongan sehingga harga rokok di pasaran pun menjadi bervariasi.

“Hal ini mengakibatkan harga rokok masih terjangkau kendati pemerintah menaikkan tarif cukai hasil tembakau setiap tahunnya,” ujarnya.

Dia pun menyoroti terkait batasan produksi yang dijadikan indikator penggolongan perusahaan.

“Jika dikaitkan dengan kesehatan, batasan 3 miliar batang itu apa urusannya?” katanya. Itulah sebabnya dia mendorong dilanjutkannya kebijakan simplifikasi struktur tarif cukai.

Faisal berharap pemerintah dapat merevisi ketentuan terkait pengaturan penggolongan pabrikan rokok yang dinilai tak lagi relevan, terutama terkait besaran batasan golongan 2.

“Adanya penggolongan ini kan concern-nya untuk UKM. Pengertian UKM itu apa? Rasanya pabrikan rokok mesin itu bukan UKM lagi. Oleh karena itu sigaret kretek mesin tidak perlu ada penggolongan karena perusahaan rokok besar semua,” katanya.

Analis Kebijakan Badan Kebijakan Fiskal Febri Pangestu menambahkan bahwa pembedaan golongan berdasarkan jenis dan produksi rokok menjadi penyebab kompleksnya struktur tarif cukai di Indonesia.

Hal ini menurutnya perlu disederhanakan dengan tujuan untuk meningkatkan tingkat compliance dari perusahaan rokok, meminimalisir peredaran rokok ilegal, menyederhanakan sistem administrasi, mengoptimalkan penerimaan negara, dan mengurangi rentang harga.

Adapun, dalam struktur tarif cukai saat ini ada batasan produksi untuk rokok mesin, yaitu 3 miliar batang untuk menentukan perusahaan berada pada golongan 1 atau 2. Febri menjelaskan bahwa idealnya perusahaan rokok tidak dibedakan tarifnya berdasarkan penggolongan dari jumlah batasan produksi.

“Mengacu batasan produksi 3 miliar batang, menurut saya itu masih terlalu besar,” imbuhnya. Idealnya, lanjut Febri, ketika kebijakan cukai itu ditujukan untuk pengendalian konsumsi, seharusnya tidak perlu ada pembedaan tarif dan golongan.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Akbar Evandio
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper