Bisnis.com, JAKARTA - Bank Dunia (World Bank) meminta negara-negara untuk menahan diri dari kebijakan distorsi seperti mengontrol harga, subsidi dan menerapkan larangan ekspor komoditas.
"Pembuat kebijakan harus menahan diri dari kebijakan distorsi seperti kontrol harga, subsidi dan larangan ekspor, yang dapat memperburuk kenaikan harga komoditas baru-baru ini," kata Bank Dunia melalui laman resminya, dikutip Kamis (9/6/2022).
Dengan latar belakang inflasi yang tinggi dan menantang, pertumbuhan yang lebih lemah, kondisi keuangan yang lebih ketat dan ruang kebijakan fiskal yang terbatas, Bank Dunia menyampaikan bahwa pemerintah perlu memprioritaskan ulang pengeluaran untuk bantuan yang ditargetkan kepada populasi yang rentan.
Dalam laporan Prospek Ekonomi Global, Bank Dunia memproyeksi pertumbuhan ekonomi global akan merosot dari 5,7 persen pada 2021 menjadi 2,9 persen pada 2022.
Menurut Bank Dunia, proyeksi pertumbuhan ekonomi global tersebut diperparah dengan adanya perang Rusia-Ukraina.
Baca Juga
Situasi tersebut mengganggu jalannya aktivitas, investasi dan perdagangan dalam waktu dekat, serta permintaan yang terpendam akan memudar hingga ditariknya kebijakan fiskal dan moneter.
Presiden Bank Dunia David Malpass mengatakan akibat adanya pandemi dan perang, tingkat pendapatan per kapita di negara-negara berkembang tahun ini akan hampir 5 persen, di bawah tren pra pandemi.
Selain perang Rusia vs Ukraina, penguncian di di China, gangguan rantai pasokan dan risiko stagflasi akan memukul pertumbuhan. Bagi banyak negara, resesi akan sulit dihindari.
"Pasar melihat ke depan, jadi sangat mendesak untuk mendorong produksi dan menghindari pembatasan perdagangan. Perubahan dalam kebijakan fiskal, moneter, iklim, dan utang diperlukan untuk melawan misalokasi modal dan ketidaksetaraan," kata Malpass.
Laporan Bank Dunia tersebut juga menyoroti perlunya tindakan kebijakan global dan nasional yang tegas untuk mencegah konsekuensi terburuk dari perang di Ukraina bagi ekonomi global.
Bank Dunia mengatakan butuh upaya global untuk membatasi kerugian bagi mereka yang terkena dampak perang, meredam pukulan dari melonjaknya harga minyak dan makanan, mempercepat penghapusan utang, dan untuk memperluas vaksinasi di negara-negara berpenghasilan rendah.
"Ini juga akan melibatkan respons pasokan yang kuat di tingkat nasional sembari menjaga pasar komoditas global berfungsi dengan baik," imbuhnya.