Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menargetkan terdapat tambahan 7 pabrik pemurnian dan pengolahan mineral logam atau smelter yang dapat beroperasi pada akhir tahun ini.
Dengan tambahan 7 smelter baru, maka total smelter yang bakal efektif beroperasi hingga akhir tahun ini mencapai 28 unit. Staf Khusus Menteri ESDM Irwandy Arif mengatakan hal tersebut dilakukan untuk mempercepat upaya hilirisasi komoditas mineral dan logam dalam negeri.
“Perkembangan pembangunan smelter sampai 2021 itu sudah ada 21 smelter beroperasi yang kemudian kalau kita lihat rencana 2022 itu akan ada tambahan lagi 7 smelter, tentunya kalau kita lihat mudah-mudahan bisa berjalan lancar hingga akhir 2022 itu menjadi 28 smelter,” kata Irwandy dalam Closing Bell CNBC Indonesia dikutip Rabu (1/6/2022).
Adapun, Kementerian ESDM mencatat total investasi yang dibutuhkan untuk upaya percepatan pembangunan smelter hingga 2023 mencapai US$30 miliar atau setara dengan Rp435 triliun (kurs Rp14.500/US$). Rencana anggaran itu naik 36,3 persen dari posisi awal yang dipatok sebesar US$22 miliar atau setara dengan Rp319 triliun pada 2021 lalu.
“Sampai 2023 itu dibutuhkan biaya pada perhitungan tahun lalu sekitar US$22 miliar, katakanlah ada inflasi kenaikan harga maksimum bisa US$30 miliar supaya rencana pendirian smelter itu sampai 2023 bisa terpenuhi,” kata dia.
Seperti diberitakan sebelumnya, BUMN Holding Industri Pertambangan, Mining Industry Indonesia atau MIND ID tengah mendorong hasil tambang mineral seperti bauksit, timah dan nikel untuk menjadi komoditas nasional. Malahan MIND ID berencana untuk menetapkan sendiri indeks harga ketiga hasil tambang mineral itu lepas dari spekulasi harga di bursa berjangka dunia seperti London Metal Exchange (LME).
Baca Juga
Direktur Utama MIND ID Hendi Prio Santoso mengatakan penetapan ketiga hasil tambang mineral itu sebagai komoditas nasional bakal memberikan posisi yang strategis bagi Indonesia sebagai penentu harga di pasar dunia. Dengan demikian, Hendi mengatakan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) perlu mengatur ulang kebijakan soal rencana kerja dan anggaran belanja (RKAB) ketiga komoditas tersebut.
“RKAB-nya ini harus bisa diatur juga. Artinya jangan pasokan dan permintaan sampai terugikan karena kita banjiri sendiri dengan pasar yang tidak terkontrol,” kata Hendi saat Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VI DPR RI, Jakarta, Rabu (25/5/2022).
Ihwal pengendalian pasokan itu, Hendi juga mengatakan, pemerintah perlu mengatur kegiatan ekspor ketiga hasil tambang mineral itu untuk mengendalikan harga di pasar dunia. Caranya, dia mengatakan, pintu ekspor mesti dibatasi pada sejumlah perusahaan besar untuk mengatur volume pasokan di pasar dunia.
“Kami berharap PT Timah, Antam dan nanti perusahaan tambang lainnya dapat dijadikan sebagai wakil negara melakukan satu pintu ekspor sehingga volume dan harganya dapat kita tetapkan secara optimal,” ujarnya.
Adapun, rencana untuk menetapkan sendiri indeks harga bauksit, nikel dan timah berasal dari jumlah produksi dan cadangan mineral domestik yang melimpah jika dibandingkan dengan pasokan dari negara lain. Di sisi lain, menurut dia, indeks harga yang berasal dari LME cenderung digerakkan oleh trader yang tidak memiliki barang fisik.
“LME itu aktivitasnya masih terpengaruh para trader di mana kebanyakan mereka tidak punya volume fisik tapi mereka hanya punya paper atau derivatives, dari sana kami sedang berkolaborasi dengan PT Timah ingin mengajukan Timah, Nikel dan Bauksit sebagai komoditas nasional,” ungkapnya.