Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

KPPU Sebut Penguasaan Lahan Sawit Picu Kartel Minyak Goreng, Kok Bisa?

Penguasaan lahan perkebunan sawit atau di hulu oleh segelintir pihak akan berpotensi besar memunculkan kartel minyak goreng.
Konsumen melihat stok minyak goreng aneka merek tersedia di etalase pasar swalayan Karanganyar pada Kamis (17/3/2022)/ Solopos.com-Indah Septiyaning Wardani.
Konsumen melihat stok minyak goreng aneka merek tersedia di etalase pasar swalayan Karanganyar pada Kamis (17/3/2022)/ Solopos.com-Indah Septiyaning Wardani.

Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengatakan ketimpangan yang besar atas penguasaan lahan perkebunan sawit atau di hulu oleh segelintir pihak akan berpotensi besar disetirnya harga minyak goreng di pasaran atau kartel di hilir.

KPPU mencatat 54,42 persen luas perkebunan sawit dikuasai hanya oleh 0,07 persen pelaku usaha sawit atau swasta. Sebaliknya, sisanya dikuasai oleh rakyat dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Ketua KPPU Ukay Karyadi menyampaikan jika industri hulu dikuasai segelintir pengusaha tentunya para pemain baru kelapa sawit di hilir akan sulit untuk masuk. Dengan begitu, kata dia, harga minyak goreng akan sulit turun di pasaran.

“Jadi kartel bisa dimulai dari hulunya, kenapa perlu ditata dari hulu ke hilir. Ini perlu dukungan politik yang kuat dan semua pihak agar minyak goreng ini kembali sehat,” ujar Ukay dalam jumpa pers secara virtual, Selasa (31/5/2022).

Berdasarkan data BPS dan Kementerian Pertanian, pekebun rakyat rata-rata hanya memiliki 2,21 hektar luas lahan sawit. Sebaliknya, luas perkebunan yang dimiliki swasta rata-rata menguasai 4.247 hektar, dan perkebunan negara hanya rata-rata hanya menguasai 3.320 hektar.

Sementara itu, ketimpangan Hak Guna Usaha (HGU) sebesar 0,77 atau termasuk tinggi. Hampir semua provinsi memiliki ketimpangan yang tinggi dari 0,5-1.

Ukay mengatakan hal tersebut terbukti dengan harga minyak goreng curah yang hanya turun rata-rata tiap daerah 10 persen saja hingga saat ini dan masih jauh di atas harga eceran tertinggi (HET) pemerintah. Sementara itu, minyak goreng kemasan harganya stabil bahkan cenderung naik sejak pelarangan minyak sawit mentah (CPO).

Padahal, kata dia, harga tandan buah segar (TBS) sawit petani justru anjlok hingga 40 persen usai kebijakan pelarangan ekspor CPO. Usai pencabutan larangan itu, harga TBS juga masih belum naik signifikan.

“Jika semua ditetapkan harga internasional buat apa swasembada, kan kita nomor 1 produksinya CPO ini. tentunya harus menentukan harga dunia karena kita pemasok terbesar. Ini perlu dukungan politik terbesar,” pungkas Ukay.

Menuru data KPPU, pelaku usaha sawit besar seperti Sinar Mas memiliki 3 perusahaan minyak goreng dan 21 perusahaan perkebunan sawit. Musim Mas memiliki 8 perusahaan minyak goreng dan 2 perusahaan perkebunan sawit. Grup Wilmar memiliki 7 perusahaan minyak goreng dan 11 perusahaan perkebunan sawit.

Kemudian grup Royal Golden Eagle mempunyai 4 perusahaan minyak goreng dan 30 perusahaan perkebunan sawit dan Indofood memiliki 1 perusahaan minyak goreng dan 24 perusahaan perkebunan sawit.

Meski begitu, KPPU belum bisa menyebutkan masing-masing kepemilikan lahan dari perusahaan-perusahaan tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper