Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah meyakini defisit anggaran pendapatan dan belanja negara atau APBN 2022 dapat berada di rentang 4,3—4,5 persen, turun dari asumsi awal di 4,85 persen.
Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR Said Abdullah ketika membuka rapat kerja dengan Menteri Keuangan terkait pembahasan perubahan APBN 2022. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengajukan tambahan anggaran untuk memenuhi kebutuhan subsidi dan kompensasi energi, serta untuk perlindungan sosial.
Said menjelaskan bahwa pihaknya menerima permohonan penambahan anggaran dari pemerintah pada Selasa (17/5/2022) dan membahasnya dalam rapat hari ini. Berdasarkan surat permohonan itu, kenaikan harga energi dan komoditas global menjadi alasan utama pemerintah meminta tambahan anggaran.
Tingginya harga energi global membuat pemerintah meminta tambahan anggaran subsidi energi Rp74,9 triliun, anggaran kompensasi energi Rp275 triliun, dan anggaran perlindungan sosial Rp18,6 triliun. Tambahan itu membuat belanja pemerintah akan meningkat cukup tinggi.
Meskipun belanja meningkat, berdasarkan surat Sri Mulyani ke DPR, pemerintah meyakini bahwa kondisi fiskal akan tetap terjaga. Pemerintah bahkan meyakini defisit APBN 2022 akan lebih rendah dari asumsi awal yang mencapai 4,85 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).
"Dengan perubahan komposisi pendapatan dan belanja negara, puji syukur defisit APBN kita sebagaimana usulan pemerintah malah bisa lebih rendah, dari semula 4,85 persen [terhadap] PDB menjadi kisaran 4,3 sampai 4,5 persen PDB," ujar Said pada Kamis (19/5/2022).
Baca Juga
Dia menyebut bahwa proyeksi defisit tahun 2022 itu akan semakin memudahkan pemerintah dalam melakukan konsolidasi fiskal, yakni defisit APBN berada di bawah 3 persen pada 2023.
"Lebih rendahnya perubahan rencana defisit tahun 2022 ini makin memudahkan pemerintah softlanding ke posisi di bawah 3 persen PDB pada tahun depan," ujar Said.