Bisnis.com, JAKARTA — Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida mengatakan butuh waktu untuk menghapus impor minyak dari Rusia, seiring dengan sanksi terhadap negara tersebut karena telah melakukan invasi ke Ukraina.
Hal itu disampaikan beberapa jam setelah dia bergabung dengan pertemuan virtual pemimpin negara G7 yang membahas larangan impor minyak mentah setelah invasi Rusia di Ukraina.
"Ini adalah keputusan yang sangat sulit bagi sebuah negara yang mengimpor hampir seluruh energinya, tetapi ini adalah saat ketika persatuan G7 lebih penting dari apapun," ujar Kishida, seperti dikutip Bloomberg pada Senin (9/5/2022).
Kishida juga mengatakan kepada media di Tokyo bahwa tidak ada perubahan rencana bagi Jepang untuk mempertahankan kepentingannya pada proyek migas Sakhalin 1 dan 2.
Proyek ini melibatkan beberapa perusahaan seperti konsorsium Jepang Sakhalin Oil and Gas Development Company, Rosneft, dan Exxon Neftegas pada proyek Sakhalin-1. Adapun Sakhalin-2 melibatkan kerja sama antara Gazprom, Shell, Mitsui & Co., dan Mitsubishi Corporation.
Sementara itu, dalam percakapan antara pemimpin G7 dan Presiden Zelensky, dia mengatakan bahwa pemerintahan Ukraina pada prinsipnya telah memutuskan untuk menutup impor minyak dari Rusia.
Namun, bagi Jepang yang hanya mengimpor 3,6 persen per Maret dari total porsi impor, dampak larangan ini tidak akan begitu besar.
Porsi impor sumber daya lainnya lebih besar, seperti batu bara sebesar 10,8 persen dan gas sebesar 8,8 persen pada 2021. Kendati demikian, larangan ini bisa mengancam kenaikan biaya bahan bakar yang dapat memicu inflasi.
Sebelumnya, Jepang juga telah mengumumkan rencana untuk menghapus impor batu bara Rusia, tetapi tanpa tenggat waktu yang pasti.
Sanksi pemerintahan Kishida terhadap Rusia telah terbukti menyedot perhatian masyarakat menjelang pemilihan majelis tinggi utama yang akan diadakan dalam dua bulan.
Dukungan untuk kabinetnya naik 3 persen menjadi 62 persen dalam jajak pendapat yang diterbitkan oleh jaringan TV JNN pada Senin, dengan 64 persen mengatakan mereka menyetujui tanggapan pemerintah terhadap perang di Ukraina.