Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pelarangan Ekspor CPO Indonesia Pukulan Besar bagi Pasokan Minyak Goreng Dunia

Perang antara Rusia dan Ukraina yang berlangsung sejak Februari lalu menyebabkan sejumlah harga komoditas energi dan pangan melonjak naik.
Pekerja menata kelapa sawit saat panen di kawasan Kemang, Kabupaten Bogor, Minggu (30/8/2020). Badan Litbang Kementerian ESDM memulai kajian kelayakan pemanfaatan minyak nabati murni (crude palm oil/CPO) untuk pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) hingga Desember 2020. Bisnis/Arief Hermawan P
Pekerja menata kelapa sawit saat panen di kawasan Kemang, Kabupaten Bogor, Minggu (30/8/2020). Badan Litbang Kementerian ESDM memulai kajian kelayakan pemanfaatan minyak nabati murni (crude palm oil/CPO) untuk pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) hingga Desember 2020. Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA - Perang antara Rusia dan Ukraina yang berlangsung sejak Februari lalu menyebabkan sejumlah harga komoditas energi dan pangan melonjak naik.

Kini, Indonesia memutuskan menghentikan ekspor minyak goreng dan bahan bakunya untuk memastikan ketersediaan minyak goreng dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat di dalam negeri.

Kepala Riset Pasar Komoditas Pertanian di Rabobank Carlos Mera mengatakan keputusan yang dibuat Indonesia sudah pasti menjadi pukulan besar bagi pasokan minyak goreng dunia.

"Pasokan minyak nabati Indonesia ke dunia mustahil tergantikan," kata Carlos Mera, melansir Bloomberg, Sabtu (23/4/2022).

Indonesia merupakan produsen crude palm oil (CPO) terbesar, minyak nabati yang paling banyak dikonsumsi di dunia. Indonesia sendiri menyumbang lebih dari sepertiga ekspor minyak nabati global, dengan China dan India, dua negara terpadat, adalah pembeli utamanya.

Adapun pelarangan tersebut mulai dilakukan pada Kamis (28/4/2022) hingga waktu yang sampai batas waktu yang akan ditentukan kemudian.

Invasi Rusia ke Ukraina telah membuat perdagangan minyak bunga matahari atau sunflower oil menjadi kacau dan mempersempit pasokan minyak nabati lain yang digunakan untuk makanan, bahan bakar nabati dan produk perawatan pribadi.

Kondisi cuaca yang buruk juga telah menyebabkan berkurangnya hasil panen kedelai di Amerika Selatan, produsen terbesar dunia, dan kekeringan di Kanada menyusutkan produksi kanola, sehingga hanya sedikit pasokan yang tersedia.

Sementara pasokan terbatas dan harga melonjak akan memperburuk inflasi bahan makanan seperti saus salad dan mayonaise di ekonomi kaya seperti AS, negara-negara berkembang seperti India akan merasakan dampak terburuk.

Negara-negara tersebut bergantung pada impor minyak sawit sebagai alternatif yang lebih murah daripada minyak kedelai, sunflower oil, dan kanola yang lebih mahal.

Presiden Asosiasi Ekstraktor Pelarut India dan Kelompok Perdagangan Minyak Nabati Atul Chaturvedi, sangat terkejut dengan keputusan Indonesia.

"Kami tidak mengharapkan larangan seperti ini," kata Atul Chaturvedi.

Manajer Intelijen Komoditas di Mintec, Inggris  Tosin Jack mengatakan, tindakan terbaru Indonesia sudah pasti akan memperburuk inflasi pangan yang sudah mencapai rekor tertinggi.

Menurut dia,  pasokan minyak nabati yang ketat telah mendorong produsen makanan untuk berimprovisasi dengan produk mereka, termasuk mencoba membuat formulasi baru dan beralih ke pengganti jika memungkinkan.

Sejak awal tahun 2021, minyak kedelai berjangka di AS telah naik hampir dua kali lipat, sebagian didorong oleh permintaan yang lebih tinggi untuk bahan-bahan membuat biofuel.

Harga kemudian melonjak ke rekor tertinggi setelah invasi Rusia ke Ukraina, mengganggu pengiriman sunflower oil dan memicu permintaan komoditas alternatif.

Sementara itu, kanola Kanada telah naik ke level tertinggi sepanjang masa tahun lalu akibat kekeringan yang menghancurkan  tanaman di padang rumput Amerika Utara.

Minyak sawit di Asia telah meningkat sekitar 50 persen dan rapeseed di Eropa 55 persen dalam 12 bulan terakhir.

Meskipun harga rekor secara keseluruhan, analis independen John Baize mengatakan permintaan minyak nabati tetap tinggi karena minyak nabati merupakan bagian penting dari makanan di semua negara, khususnya di negara-negara seperti India, Pakistan, Bangladesh.

John Baize, yang juga Penasihat Dewan Ekspor Kedelai AS menyebutkan, pembatasan Indonesia pada ekspor minyak sawit sebagai masalah besar. Namun, dia berharap pembatasan tersebut tak bertahan lama.

Dia mencatat, Indonesia pada 2021 mengekspor 26,87 juta metrik ton minyak sawit dibandingkan dengan mengkonsumsi 15,28 juta metrik ton di dalam negeri.

Untuk saat ini, larangan Indonesia mengintensifkan kekhawatiran tentang biaya dan kekurangan pangan, dengan harapan bahwa negara-negara lain kemungkinan akan melakukan langkah serupa saat perang di Ukraina berlarut-larut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Ni Luh Anggela
Editor : Nancy Junita
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper