Bisnis.com, JAKARTA - Pengemudi ojek online meminta agar ada revisi tarif atau biaya jasa. Terakhir, tarif jasa layanan bisnis ride hailing tersebut dinaikkan pada 2020.
Presidium Gabungan Aksi Roda Dua (Garda) Indonesia Igun Wicaksono mengatakan alasan di balik aspirasi tersebut karena besaran potongan dari tarif yang diterima oleh mitra pengemudi atau driver.
Igun mencatat saat ini tarif yang diterima oleh driver dipotong 20 persen oleh pihak aplikator. Saat ini, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) tengah menggodok rumusan terbaru untuk ojek online.
"Kita meminta memang agar dilakukannya revisi tarif pada regulator atau Kementerian Perhubungan. Mereka juga lagi godok rumusan tarif terbaru, tapi belum keluar," kata Igun, Rabu (20/4/2022).
Kendati demikian, Igun memaklumi apabila belum ada perubahan tarif ojek online selama dua tahun ini. Alasan pandemi Covid-19 menjadi alasan terbesar. Apalagi, masih banyak masyarakat yang memanfaatkan layanan ojek online.
Igun menuturkan bahwa yang paling diharapkan kepada baik pihak regulator dan aplikator agar besaran potongan tarif tidak sebesar 20 persen. Menurutnya, potongan 10 persen sudah cukup besar apalagi jika tidak ada kenaikan tarif yang signifikan.
Baca Juga
Berdasarkan catatan Bisnis, tarif di zona Jabodetabek naik mengikuti penyesuaian batas bawah sebesar Rp250 per km, dan batas atas Rp150 per KM. Dengan demikian, rentang biaya jasa ojek online menjadi Rp2.250 sampai dengan Rp2.650 per km. Hal tersebut sesuai dengan Kepmenhub No. KP 348/2019.
Kemudian, biaya jasa minimal setelah penyesuaian naik menjadi Rp9.000 untuk batas bawah dan Rp10.500 untuk batas atas. Sebelumnya, rentang berada pada Rp8.000 sampai dengan Rp10.000. Biaya jasa minimal tersebut untuk perjalanan di bawah 4 km.
"Jadi aspirasi kami adalah potongan dari aplikator itu maksimal 10 persen. Karena yang berlaku saat ini 20 [persen]," jelas Igun.