Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Maskapai Diizinkan Naikkan Harga Tiket Sementara, Jangan Lupa Diturunkan

Secara regulasi, kata dia, kebijakan tersebut dimungkinkan dan tidak melanggar aturan hukum yang ada. Menurutnya, hal yang terpenting untuk dipastikan setelah kebijakan tersebut diterbitkan adalah periode berlakunya.
Ilustrasi-Pesawat berada di apron Lombok International Airport (LIA) di Praya, Lombok Tengah, NTB, Jumat (22/2/2019)./ANTARA-Ahmad Subaidi
Ilustrasi-Pesawat berada di apron Lombok International Airport (LIA) di Praya, Lombok Tengah, NTB, Jumat (22/2/2019)./ANTARA-Ahmad Subaidi

Bisnis.com, JAKARTA -- Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) meminta pemerintah menerapkan parameter yang jelas berakhirnya pemberlakuan tuslah atau biaya tambahan pesawat berupa fuel surcharge.

Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi mengatakan persoalan kebijakan fuel surcharge ini sudah dibicarakan bersama. Secara regulasi, kata dia, kebijakan tersebut dimungkinkan dan tidak melanggar aturan hukum yang ada. Menurutnya, hal yang terpenting untuk dipastikan setelah kebijakan tersebut diterbitkan adalah periode berlakunya. Pasalnya kebijakan tersebut hanya bersifat sementara. Sehingga dia menilai agar jangan sampai setelah kebijakan tersebut dimulai tidak diketahui periode berakhirnya.

"Jangan sampai dimulai tapi berakhirnya fuel surcharge tidak jelas. Ambang batas harga minyak dikatakan normal atau wajar itu berapa? Parameternya harus fair," ujarnya, Selasa (19/4/2022).

Tulus menilai kebijakan ini juga tidak bersifat wajib, sehingga apabila maskapai masih mampu bertahan dengan penaikan harga minyak dunia sebaiknya tidak menerapkan penaikan tarif.

Dia berpendapat kebijakan tersebut jelas membebani konsumen karena berakibat terhadap penaikan tarif pesawat. Selain itu memang kondisi penerbangan saat ini juga dilematis di tengah isu ekonomi global.

"Memang kondisi dilematis kalau tidak mengancam kesinambungan maskapai. Ini efeknya jadi naik tarif tiket. Ini konsekuensinya memang," jelasnya.

Namun dia menilai kebijakan ini lebih tepat ketimbang pemerintah menaikkan TBA saat ini. Menurutnya, apabila pemerintah menaikkan TBA, justru nilai penaikannya akan lebih besar. Sementara pada kebijakan fuel surcharge, penaikan masih berkisar sebesar 10 persen dapat dilakukan bagi maskapai dengan pesawat mesin jet dan 20 persen dengan mesin propeller.

"Pemerintah tidak menaikkan TBA karena presentasenya pasti lebih besar dan menjadi mengikat atau wajib bagi maskapai. Sementara fuel surcharge ini maskapai juga tidak wajib memberlakukannya," tekannya.

Pemerintah mengizinkan maskapai untuk melakukan penyesuaian biaya (fuel surcharge) pada angkutan udara penumpang dalam negeri dengan besaran 10 persen untuk pesawat jet dan 20 persen untuk pesawat baling-baling (propeller).

Juru Bicara Kemenhub Adita Irawati mengatakan ketentuan untuk menaikkan tarif ini diberlakukan untuk menjaga keberlangsungan operasional maskapai penerbangan dan untuk memastikan konektivitas antar wilayah di Indonesia tidak terganggu. Menyusul adanya kenaikan harga minyak dan avtur dunia.

Ketentuan ini tertuang dalam Keputusan Menteri Perhubungan No.68/2022 tentang Biaya Tambahan (Fuel Surcharge) Tarif Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri yang mulai berlaku sejak ditetapkan pada 18 April 2022.

"Adapun besaran biaya tambahan atau fuel surcharge dibedakan berdasarkan pada pesawat jenis jet dan propeller. Untuk pesawat udara jenis jet, dapat menerapkan maksimal 10 persen dari tarif batas atas sesuai kelompok pelayanan masing-masing Badan Usaha Angkutan Udara. Sedangkan, untuk pesawat udara jenis propeller, dapat menerapkan maksimal 20 persen dari tarif batas atas sesuai kelompok pelayanan masing-masing Badan Usaha Angkutan Udara," ujarnya melalui keterangan resmi, Rabu (19/4/2022).

Ketentuan ini, kata dia, dibuat setelah melakukan koordinasi dan komunikasi dengan para pemangku kepentingan terkait seperti maskapai penerbangan, asosiasi penerbangan, praktisi penerbangan, YLKI, dan unsur terkait lainnya di bidang penerbangan.

Adita menjelaskan, adanya kenaikan harga avtur dunia sangat mempengaruhi biaya operasi penerbangan. Dia menjelaskan jika kenaikannya mempengaruhi biaya operasi penerbangan hingga 10 persen lebih, maka pemerintah dapat mengizinkan maskapai penerbangan untuk menetapkan biaya tambahan seperti fuel surcharge. Adita juga menilai ketentuan ini juga berlaku di negara-negara lainnya, salah satunya adalah Filipina.

Adita mengatakan, ketentuan ini sifatnya tidak mengikat.

"Artinya, maskapai penerbangan dapat menerapkan biaya tambahan berupa fuel surcharge atau tidak menerapkannya. Ketentuan ini akan dievaluasi setiap tiga bulan atau apabila terjadi perubahan yang signifikan terhadap biaya operasi penerbangan," imbuhnya

Selanjutnya, pengawasan akan dilakukan oleh Kemenhub lewat Ditjen Perhubungan Udara, dan akan dievaluasi menyesuaikan dengan dinamika perubahan harga avtur dunia,” ujar Adita.

Lebih lanjut Adita menegaskan, ketentuan ini tidak berpengaruh pada penyesuaian atau perubahan tarif batas bawah (TBB) maupun tarif batas atas (TBA) penerbangan. Dengan ketentuan ini, TBB dan TBA tidak berubah sesuai yang saat ini berlaku.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper