Bisnis.com, JAKARTA- Pengelola kawasan industri Subang Smartpolitan, PT Suryacipta Swadaya kembali mendapatkan permintaan lahan industri dari investor asal China. Kali ini produsen garmen yang akan membangun pabrik di kawasan tersebut.
Vice President Sales & Marketing PT Suryacipta Swadaya Abednego Purnomo mengatakan meski industri tekstil dan produk pakaian jadi sempat kontraksi, tetapi industri tersebut dinilai potensial sehingga investor mencari lahan dikisaran 50-60 hektare.
"Saya kasih range itu [permintaan lahan produsen garmen] antara 50-60 hektare," kata Abed di Gran Melia, Jakarta, Rabu (8/5/2024).
Produsen garmen yang akan masuk ke kawasan industri Subang Smartpolitan disebut memiliki teknologi tinggi yang membutuhkan diversifikasi lokasi produksi.
Indonesia dinilai potensial lantaran segmen pasar yang besar dan iklim investasi yang semakin mudah. Terlebih, ketersediaan utilitas seperti listrik, gas hingga air di Indonesia diklaim lebih baik dari negara tetangga.
Abed juga menyoroti posisi Subang Smartpolitan yang strategis lantaran dekat dengan Pelabuhan Patimban yang mempermudah akses perdagangan, sehingga ongkos logistrik dapat ditekan.
Baca Juga
"Harga lahan nya Rp1,85 juta per meter persegi. itu iya daya tarik, tapi harga tanah itu kan cuma bayar di awal, yang penting itu pada saat mereka beroperasi, operational cost mereka lebih rendah," ujarnya.
Belum lagi, dari sisi ketenagakerjaan, upah minimum di Subang masih lebih rendah jika dibandingkan dengan kawasan lainnya. Di sisi lain, masih ada sejumlah kebijakan yang perlu di imporvisasi untuk menarik investor.
"Untuk saat ini kebijakan sudah jauh lebih baik dari sebelumnya, walaupun selalu ada ruang untuk improvement. Tapi paling sering ditanya itu memang insentif," ungkapnya.
Investor China juga cukup selektif mencari peluang guna meningkatkan profit, salah satunya dengan menekan ongkos produksi dengan pemberian insentif dari pemangku kebijakan.
"Kalau misalnya dari China datang ke Indonesia, tujuannya kan untuk cari profit, bisa di dapat dari biaya produksi lebih rendah dari harga jual, tapi kalau profitnya tipis kan mungkin gak mau, harus ada signifikan, caranya ya insentif," pungkasnya.