Bisnis.com, JAKARTA – Pengusaha garmen Tanah Air menilai pengetatan kebijakan insentif pada 2024 seiring berakhirnya kabinet Presiden Joko Widodo tidak akan berpengaruh signifikan bagi industri.
Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa Sastraatmaja mengatakan nilai insentif yang dikucurkan pemerintah terhadap industri tekstil tidak besar. Yakni, di bawah Rp10 miliar untuk keperluan restrukturisasi mesin.
“Insentif terhadap pelaku industri tekstil sendiri nilainya kecil. Di bawah Rp10 miliar dalam setahun untuk keperluan restrukturisasi mesin. Jadi, pengetatan insentif tidak berpengaruh bagi industri,” kata Jemmy kepada Bisnis.com, Selasa (23/5/2023).
Menurutnya, dukungan pemerintah yang diperlukan pelaku industri garmen dalam negeri saat ini adalah perlindungan pasar lokal dari gempuran barang impor negara-negara produsen tekstil lain.
Sebab, lanjutnya, pasar ekspor utama produk garmen seperti Amerika Serikat dan negara di Benua Eropa mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi.
Dengan demikian, produsen lain seperti Vietnam dan Bangladesh mencari pasar baru untuk memasarkan produksi garmennya, termasuk Indonesia.
Baca Juga
Sekadar informasi, dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) 2024 pemerintah hampir tidak memberikan insentif baru kepada dunia usaha.
Tercatat, sektor penerima insentif hanyalah yang berkaitan dengan penghiliran sumber daya alam (SDA), terutama nikel dan kendaraan listrik.