Bisnis.com, JAKARTA – Pelaku industri tekstil dan produk tekstil (TPT) memerlukan perlindungan negara demi menjaga pasar domestik dari gempuran barang impor. Hal ini dipicu oleh kondisi perekonomian China sebagai big player garmen yang tengah lesu.
Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa mengatakan pelambatan ekonomi yang dialami China dalam beberapa pekan terakhir mengkhawatirkan industriawan garmen domestik. Sebab, China sangat berpotensi memperluas pasar luar negeri.
“China stok barangnya banyak dan berusaha menjual ke negara yang lemah dalam hal perlindungan dagang. Salah satu yang disasar adalah Indonesia. Saat ini semua negara berusaha melindungi pasar masing-masing. Indonesia harus melakukan hal yang sama,” kata Jemmy kepada Bisnis, Senin (14/8/2023).
Sejauh ini, sambung Jemmy, pengusaha tekstil di dalam negeri belum merasakan adanya aturan ketat yang mengatur masuknya barang-barang impor.
Menurutnya, diperlukan aturan dari kementerian terkait dengan penerapan trade barrier yang lebih ketat guna melindungi pasar dalam negeri dengan mengubah post border menjadi border.
“Saya pikir kalau tidak ada tindakan apa-apa dari negara kondisi industri TPT nasional akan lebih parah. Pengetatan trade barrier menjadi salah satu instrumen pemerintah untuk menyelamatkan industri tekstil tahun depan,” ujarnya.
Baca Juga
Jemmy mengatakan perihal pemutusan hubungan kerja (PHK) di industri tekstil masih terjadi. Pada Juli – Agustus tahun ini, ungkapnya, sejumlah perusahaan di Karawang dan Tangerang masih melakukan PHK.
Tahun lalu, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mencatat total tenaga kerja pabrik garmen yang yang kehilangan pekerjaan sepanjang Januari sampai awal November 2022 mencapai 79.316 orang dari 111 perusahaan.