Bisnis.com, JAKARTA - Maskapai Sriwijaya Air kembali dirundung masalah menyusul penetapan HL sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata niaga timah di IUP PT Timah (TINS) Tbk.
Tersangka berinisial HL diduga adalah Hendry Lie selaku founder atau pendiri maskapai penerbangan PT Sriwijaya Air.
Kejaksaan Agung (Kejagung) telah resmi menetapkan Hendry Lie (HL) sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi timah di IUP PT Timah Tbk (TINS).
Maskapai yang didirikan sejak 2003 ini sebelumnya sudah terlibat sejumlah masalah. Teranyar, Sriwijaya Air baru lolos dari jerat kepailitan pada Juli 2023 usai mendapat persetujuan dari para krediturnya untuk restrukturisasi utang melalui Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).
Kasus korupsi yang menyeret Hendry Lie pun akan semakin menyulitkan upaya Sriwijaya Air untuk kembali beroperasi dengan optimal dan memenuhi komitmen dalam perjanjian PKPU tersebut. Apalagi, Sriwijaya Air dan entitas anaknya, Nam Air, memiliki jumlah armada pesawat yang terbatas.
Mengutip data dari Ditjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan (Kemenhub), hingga 26 Februari 2024, Sriwijaya Air dan Nam Air secara keseluruhan mengoperasikan sebanyak 6 unit pesawat.
Baca Juga
Secara terperinci, Sriwijaya Air menyediakan total 3 unit pesawat yang terdiri atas 2 unit jenis B737-800NG dan 1 unit B737-500. Sementara itu, Nam Air mengoperasikan 3 unit pesawat yang seluruhnya berjenis Boeing B737-500.
Jumlah ini jauh menurun bila dibandingkan dengan awal 2020. Berdasarkan catatan Bisnis.com pada 20 Januari 2020, Direktur Utama Sriwijaya Air Group Jefferson I. Jauwena Kala itu mengatakan total pesawat yang dimiliki oleh Sriwijaya Air Group adalah sebanyak 40 unit.
Jumlah tersebut terdiri atas 24 unit dari Sriwijaya Air dan 16 unit dari NAM Air. Namun, kala itu dia menyebut jumlah pesawat yang dioperasikan masing-masing hanya 14 unit dan 11 unit.
Sebelumnya, Pemerhati penerbangan Alvin Lie menyatakan keprihatinannya terkait penetapan bos Sriwijaya Air itu sebagai tersangka. Dia menuturkan, hal ini akan semakin memperumit upaya maskapai tersebut untuk beroperasi dengan optimal.
Alvin menyebut, Grup Sriwijaya Air akan semakin sulit memenuhi komitmennya sebagaimana yang disetujui dalam perjanjian PKPU. Jika hal tersebut terjadi, maka perusahaan pun harus mencabut kesepakatan tersebut.
"Dengan adanya pembatalan kesepakatan tersebut (PKPU), maka Sriwijaya Air akan kembali terancam kepailitan. Tentu ini akan berat buat karyawan-karyawan dan juga mitra kerjanya," kata Alvin.