Bisnis.com, JAKARTA – Maskapai Sriwijaya Air diprediksi bakal mengalami turbulensi usai sebelumnya sempat lolos dari pailit akibat terlilit utang hingga Rp7,3 triliun.
Adapun, permohonan PKPU kepada Sriwijaya Air dilayangkan pada akhir 2022. Gugatan PKPU itu diajukan oleh pemohon bernama Sugianto pada 20 September 2022.
Permohonan PKPU terhadap Sriwijaya Air itu terdaftar dengan No. 247/Pdt.Sus-PKPU/2022/PN Niaga Jkt.Pst yang tercantum dalam Sistem Informasi Penelusuran Perkara atau SIPP PN Jakpus.
Perusahaan maskapai milik keluarga Lie ini berhasil meyakinkan para krediturnya dalam perkara Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) melalui proposal perdamaian untuk restrukturisasi utang.
Berdasarkan catatan Bisnis.com, Rabu (12/7/2023), proses PKPU tersebut telah berakhir damai dan berujung homologasi dalam persidangan yang dilakukan di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.
Sebanyak 100 persen kreditur separatis telah menyetujui rencana perdamaian, sementara kreditur konkuren yang sepakat sebanyak 92 persen. Adapun, jumlah utang Sriwijaya Air dalam PKPU tersebut sebesar Rp7,3 triliun.
Baca Juga
Kuasa Hukum Sriwijaya Air, Hamonangan Syahdan Hutabarat menyebut sidang PKPU menyepakati tenggat waktu penyelesaian utang debitur kepada para krediturnya cukup beragam mulai dari delapan tahun hingga maksimal 15 tahun.
"Untuk beberapa kreditur yang sifat tagihannya lessor nonaktif, sudah tidak ada mesin, tidak ada pesawat karena sudah ditarik itu [tenggang waktu penyelesaian utang] 15 tahun," kata Syahdan dalam siaran pers, dikutip Kamis (13/7/2023).
Sriwijaya Air optimistis mampu menyelesaikan kewajiban pembayaran utang kepada kreditur usai adanya putusan homologasi tersebut seiring dengan kondisi industri penerbangan Indonesia yang membaik pasca-status pandemi Covid-19 berakhir.
Selain itu, Sriwijaya Air juga mengumumkan rencana untuk melakukan penawaran perdana (initial public offering/IPO) di lantai bursa.
Rencana IPO tersebut sudah tercatat dalam proposal perdamaian PKPU yang diketahui oleh para kreditur. Dalam proposal perdamaian PKPU tersebut, bakal ada mitra strategis baru Sriwijaya Air dengan masuknya investor hingga pendanaan.
Tahun berganti, Sriwijaya Air kembali menghadapi turbulensi. Kali ini masalah tersebut menimpa salah satu pendiri, yakni Hendry Lie.
Berdasarkan laman resminya, maskapai yang melakukan penerbangan perdana pada 10 November 2003 ini didirikan oleh Chandra Lie, Hendry Lie, Johannes Bunjamin, dan Andy Halim.
Hendry Lie masuk menjadi jajaran dewan komisaris bersama dengan Jusuf Manggabarani, Chandra Lie, Gabriella Sonia Xevianne Bongoro, Yusril Ihza Mahendra.
Akhir pekan lalu, Kejaksaan Agung (Kejagung) telah resmi menetapkan Hendry Lie (HL) sebagai tersangka dalam kasus dugaan korups timah di IUP PT Timah Tbk (TINS).