Bisnis.com, JAKARTA -- Penerapan sistem tilang elektronik (Electronic Traffic Law Enforcement / ETLE) Korlantas Polri justru menjadi momok baru bagi para pelaku usaha logistik.
Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) mengkhawatirkan berlakunya sistem tilang elektronik membuat pelaku logistik menjadi sasaran aparat penegak hukum.
Wakil Ketua Bidang Angkutan Distribusi & Logistik DPD Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Jateng & DIY Agus Pratiknyo menjelaskan pelaku usaha angkutan barang masih mempertanyakan penerapan sistem tilang elektronik (ETLE) ini.
Dia menyebut ada kekhawatiran dari para pelaku terkait dengan integrasi sistem Korlantas Polri ini dengan yang digunakan oleh Kementerian Perhubungan (Kemenhub).
Kemenhub, terangnya, selama ini menggunakan sistem tersebut di Unit Pelaksana Penimbangan Kendaraan Bermotor (UPPKB) atau jembatan timbang.
Menurutnya, kegundahan para pelaku usaha angkutan barang tentunya sangat beralasan, mengingat perjalanan kendaraan angkutan barang dalam beroperasi sehari-hari akan melewati beberapa ruas jalan tol dan ruas jalan nasional.
Baca Juga
Jika menilik kewenangan penindakan pelanggaran angkutan barang khususnya kelebihan muatan (Over Loading), ada dua institusi yang berwenang yaitu Kepolisian dan Kementerian Perhubungan dalam hal ini Unit Pelayanan Penimbangan Kendaraan Bermotor (UPPKB) atau jembatan timbang.
"Kalau demikian, memungkinkan sebuah kendaraan bisa mendapatkan penindakan ganda dari dua institusi yang berbeda yakni Kepolisian dan Kemenhub dalam suatu perjalanan mengangkut barang dari satu kota menuju kota tujuan," ujarnya melalui keterangan resmi, Senin (11/4/2022).
Tak hanya itu, pelaku juga masih meragukan keakuratan ETLE jika melihat potensi kendaraan yang melintas di jalan tol berasal dari berbagai wilayah. Termasuk, lanjutnya, sistem registrasi antar kepolisian daerah sudah terhubung secara daring.
Agus berpendapat minimnya sosialisasi mekanisme aturan main penggunaan sistem tilang elektronik (ETLE) ini kemudian memunculkan kekhawatiran baru diantara para pelaku usaha dalam menjalankan roda bisnisnya.
"Seakan bisnis angkutan barang ini bisa menjadi bulan-bulanan para petugas di lapangan dengan dalih penegakan hukum terhadap truk Over Dimension & Over Loading atau ODOL," terangnya.
Di sisi lain, amanah kepada Korlantas Polri sesuai dengan UU No.22/2009 tentang Lalu lintas Dan Angkutan Barang dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi pengawasan dan penegakan hukum dalam penyelenggaraan berlalu lintas.
Seakan menjadikan penerapan sistem tilang eletronik (ETLE) ini juga ikut serta dalam carut marut penindakan Program Zero ODOL di lapangan. Hingga saat ini program menuju zero ODOL belum ada kejelasan aturan atau sanksi hukum yang menyentuh pemicu awal terjadinya praktek ODOL, yaitu pemilik barang.
Pelaku angkutan barang, sebutnya, meminta stakeholders khususnya Kementerian Perhubungan dan Korlantas Polri untuk dapat segera memberikan edukasi. Edukasi ini terkait dengan mekanisme aturan main dan klarifikasi mengenai integrasi sistem penindakan antara Korlantas Polri dan Kemenhub atas penerepan sistem tilang elektronik (ETLE) ini ke kalangan pelaku usaha angkutan barang khususnya penerapan penindakan terhadap kelebihan muatan (Over Loading).
"Jangan sampai penerapan teknologi IT ini menimbulkan masalah baru bagi dunia usaha angkutan barang hanya karena terjadi ego sektoral masing-masing institusi, dan membuat citra regulator menjadi negatif dimata para pelaku usaha angkutan barang dan masyarakat luas," ungkapnya.
Adapun Korlantas Polri telah melalukan pemasangan sejumlah kamera yang digunakan untuk penerapan sistem tilang elektronik di beberapa titik sepanjang jalan tol trans Jawa dan Sumatera.
Penindakan terhadap kendaraan angkutan barang di jalan tol yang ditengarai bermuatan lebih (Overloading) menggunakan sistem tilang elektronik (ETLE) ini adalah sebagai bentuk dukungan Korlantas Polri untuk ikut menyukseskan program ODOL yang dicanangkan oleh Kementerian Perhubungan.