Bisnis.com, JAKARTA — Kamar Dagang dan Industri (Kadin) mengatakan pelaku usaha masih berhati-hati terkait dengan rencana untuk menaikan harga jual produk mereka usai pengenaan tarif pajak pertambahan nilai atau PPN menjadi 11 persen sejak Kamis (1/4/2022).
Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Industri Bobby Gafur Umar mengatakan rencana untuk menaikan harga produk relatif sulit dilakukan lantaran daya beli masyarakat yang belum sepenuhnya pulih setelah dua tahun dilanda pandemi. Bobby khawatir tingkat konsumsi masyarakat bakal anjlok saat manuver kenaikan harga produk dilakukan pada awal tahun ini.
“Kalau kita lihat dengan daya beli sekarang dengan adanya kenaikan-kenaikan harga energi, bahan baku impor dan yang lain saya rasa tidak akan ada kenaikan harga jual tetapi kalau biaya produksinya itu sudah menggerus profit pasti akan ada penyesuaian,” kata Bobby melalui sambungan telepon, Minggu (3/4/2022).
Pelaku usaha, kata Bobby, bakal menaikan harga jual produk mereka apabila reli kenaikan harga energi, bahan baku, transportasi yang belakangan diungkit dengan kenaikan tarif PPN 11 persen tetap berlanjut hingga tiga bulan ke depan.
“Kenaikan PPN 11 persen dari harga jual secara langsung tidak akan terasa tetapi kumulatif naiknya dari energi, biaya transportasi, bahan baku yang tergantung impor lalu ancaman suku bunga yang naik, saya rasa bulan puasa orang masih melihat-lihat dampaknya,” kata dia.
Kendati demikian, dia menegaskan kenaikan biaya produksi itu sudah membuat pelaku usaha menghitung ulang rencana ekspansi bisnis mereka pada awal tahun ini. Kondisi itu turut diperparah dengan kenaikan tarif PPN 11 persen yang ikut mengerek naik inflasi domestik tahun ini.
“Pelaku industri yang akan ekspansi atau melakukan investasi tambahan harus berhitung ulang, tapi kembali kebijakan menaikan harga produk ini baru berlaku atau terasa setelah tiga bulan,” kata dia.
Sebelumnya, Staf Ahli Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal memperkirakan dampak kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 11 persen terhadap inflasi masih di dalam rentang 2-4 persen.
"Dampaknya kalau hitungan kita sih tidak terlalu signifikan masih di dalam rentang APBN yang kita harapkan," ujar Yon Arsal kepada awak media, Jumat (1/4/2022).