Bisnis.com, JAKARTA - Tingkat inflasi pada April 2022 diproyeksi akan meningkat signifikan jika dibandingkan dengan periode bulan sebelumnya.
Ekonom dan Direktur Celios Bhima Yudhistira memperkirakan inflasi pada April 2022 akan mencapai kisaran 1,5 hingga 1,7 persen secara bulanan (month-to-month/mtm).
Bhima mengatakan, lonjakan inflasi pada periode tersebut didorong oleh kenaikan inflasi, baik pada komponen harga bergejolak (volatile food) maupun harga yang diatur pemerintah (administered price).
“Inflasi April diperkirakan tembus 1,5 hingga 1,7 persen secara bulanan. Kenaikan harga volatile food maupun administered price sangat berpengaruh khususnya ke kelas menengah rentan yang jumlahnya 115 juta orang,” katanya kepada Bisnis, Jumat (1/4/2022).
Bhima mengatakan, kenaikan harga barang secara bersamaan, baik pada harga barang seperti bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertamax, tarif PPN menjadi 11 persen, hingga harga bahan pokok menjelang Ramadan dikhawatirkan juga akan mengubah perilaku konsumsi masrarakat.
Menurutnya, dengan kenaikan harga barang yang tinggi dan kenaikan tarif PPN, akan ada masyarakat yang menunda belanja, bahkan tidak memutuskan mudik lebaran karena harga BBM yang naik.
Baca Juga
“PPN juga kontribusinya jangan hanya dilihat naik cuma 1 persen, tapi momentum naiknya tarif PPN dimanfaatkan pedagang untuk menyesuaikan harga di hampir seluruh barang. Efek psikologis ini yang tidak bisa dikendalikan,” kata dia.
Adapun pada Maret 2022, Badan Pusat Staistik (BPS) mencatat inflasi mencapai 0,66 persen mtm atau 2,64 persen secara tahunan (year-on-year/yoy).
Berdasarkan komponennya, inflasi tertinggi terjadi pada inflasi harga bergejolak yang mencapai 1,99 persen dan memberikan andil terhadap inflasi sebesar 0,33 persen.
Komoditas penyumbang inflasi tertinggi pada komponen harga bergejolak, yaitu, cabai merah, minyak goreng, dan telur ayam ras.