Bisnis.com, JAKARTA — Kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 11 persen akan tetap diberlakukan pada 1 April 2022.
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Yusuf Rendy Manilet mengatakan kenaikan PPN tersebut akan menambah tekanan pada inflasi yang diperkirakan akan melonjak sejalan dengan momentum Ramadan dan Idulfitri.
Selain itu, lonjakan harga komoditas global dikhawatirkan akan berdampak pada kenaikan inflasi di dalam negeri.
Yusuf mengatakan, dalam rangka menjaga momentum pertumbuhan ekonomi dan daya beli masyarakat, sudah sepantasnya penambahan bantuan sosial perlu dilakukan.
“Apalagi jika kita bicara konteks inflasi yang mengalami peningkatan terutama di bulan April dan Mei nanti, kebijakan PPN tentu akan menambah tekanan pada inflasi,” katanya kepada Bisnis, Selasa (22/3/2022).
Pasalnya, kata Yusuf, bansos, baik berupa bantuan sembako, BLT desa, hingga subsidi upah, berhasil menjaga daya beli masyarakat agar tidak terjerembab dalam terutama ketika kasus pandemi meningkat dan pembatasan sosial diberlakukan.
“Beragam bantuan sosial ini pun menjadi salah satu faktor pos konsumsi rumah tangga pada PDB, terutama di kuartal III/2021 masih bisa tetap tumbuh di level pertumbuhan positif,” jelasnya.
Dia berpendapat, sebagai permulaan, bantuan sosial tunai (BST) yang disalurkan pemerintah pada tahun lalu perlu dilanjutkan pada tahun ini.
Selain itu, dia menambahkan, BST juga dapat dikombinasikan dengan bantuan sembako dan disalurkan setidaknya dalam 2 bulan ke depan untuk meringankan beban kelompok yang membutuhkan.
“Kenapa kedua bantuan ini perlu, karena juga menyasar tidak hanya kelompok miskin, tetapi juga kelompok rentan dah hampir miskin,” kata Yusuf.