Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bahan Baku Mahal, Pupuk Indonesia Turunkan Produksi NPK

Mahalnya harga bahan baku membuat produksi NPK Pupuk Indonesia menjadi 2,4 juta ton hingga 2,6 juta ton tahun ini.
Gudang Pupuk. /Pupuk Indonesia
Gudang Pupuk. /Pupuk Indonesia

Bisnis.com, JAKARTA — Produksi NPK PT Pupuk Indonesia (Persero) diproyeksi turun seiring naiknya harga bahan baku. Direktur Utama Pupuk Indonesia Bakir Pasaman mengatakan holding pupuk tersebut memiliki kapasitas terpasang pupuk NPK sebesar 3,5 juta ton per tahun. Mahalnya harga bahan baku dapat menggerus produksi NPK menjadi 2,4 juta ton hingga 2,6 juta ton tahun ini.

Sepanjang tahun lalu, produksi Pupuk Indonesia mencapai 12,23 juta ton, relatif konstan dari realisasi 2020 sebesar 12,25 juta ton. Pada 2021, produksi NPK tercatat sebesar 3,16 juta ton, naik tipis dari capaian 2020 sebesar 3,04 juta ton.

"Sebenarnya kemampuan kami adalah 3,5 juta ton, tetapi karena kondisi bahan baku yang sangat mahal pada saat ini, kami terpaksa mengkonversikan pabrik NPK menjadi bahan baku NPK, karena kami harus membuat DAP [Diamonium fosfat], sehingga produksi kami turun menjadi 2,4 sampai 2,6 juta ton," kata Bakir saat rapat dengar pendapat dengan Komisi IV DPR, Selasa (22/3/2022).

Dengan proyeksi tersebut maka utilitas kapasitas produksi NPK Pupuk Indonesia berada di angka 68 persen hingga 74 persen.

Meski produksi turun, Bakir mengatakan perseroan telah mengantongi stok yang cukup untuk menyuplai pasar. Stok NPK sebesar 150 persen di atas ketentuan minimum, sedangkan persediaan Urea mencapai 179 persen dari angka minimum.

Stok jenis pupuk lain juga tercatat di atas angka minimum, yakni SP-36 19.500 ton (177 persen), ZA 24.700 ton (209 persen), dan pupuk organik cair 35.000 ton (110 persen).

"Ini sudah disetujui oleh Komisi IV untuk dapat menyalurkan pupuk lain selain NPK dan Urea," lanjutnya.

Tak hanya menggerus produksi, lonjakan harga pupuk dan bahan baku pupuk di dunia juga ikut mengerek harga pupuk non subsidi di dalam negeri. Hal itu sebagai imbas melonjaknya harga berbagai komoditas dunia, antara lain terpengaruh krisis energi di sejumlah belahan dunia, dan yang terbaru konflik Rusia-Ukraina.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Reni Lestari
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper