Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah menyerahkan kajian dan rekomendasi tentang industri minyak goreng serta perkebunan kelapa sawit kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi sejak Senin (14/3/2022).
Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Ukay Karyadi mengatakan ada dua rekomendasi yakni jangka pendek dan panjang.
“Rekomendasi jangka pendek itu pertama, pemerintah harus pastikan alur CPO itu ke mana saja. Ada yang diekspor dan ada yang ke industri turunan termasuk ke minyak goreng,” ujarnya seusai kegiatan peringatan 23 Tahun UU Persaingan Usaha, Rabu (16/3/2022).
Kedua, lanjutnya, terkait dengan minyak goreng. Pemerintah harus mengetahui berapa jumlah produksi dari masing-masing produsen, setidaknya data produksi para pemain besar yang menguasai pasar minyak goreng itu. Apabila produksi dari produsen masih di bawah kapasitas maksimal produksinya, maka harus ditingkatkan produksi minyak goreng tersebut.
Dia menjelaskan masing-masing produsen punya jalur distribusi. Pemerintah harus memastikan jaringan distribusi produksi minyak goreng.
"Mereka sudah berbisnis puluhan tahun di situ, punya distribusi jaringan di situ atau bermitra dengan pihak lain, ada kontraknya, ada domestic obligation dan segala macam. Harus diketahui,” urainya.
Menurutnya, dengan kondisi tersebut, pemerintah lebih mudah untuk menemukan hambatan apabila terjadi kelangkaan minyak goreng di pasar. Selain itu, bisa menjadi dasar untuk menentukan pihak yang harus bertanggung jawab.
"Kalau ada hambatan di distributor, tanggung jawab perusahaan minyak goreng kalau ada distributor yang tidak lepas ke pasar. Dia bisa beri sanksi, putuskan kontraknya karena dia buat citra produsen jelek," ujarnya.
Pemerintah Tak Buka Data
Sementara itu, rekomendasi jangka panjang berkaitan dengan penguasaan lahan perkebunan kelapa sawit yang kian terkonsentrasi ke beberapa kelompok usaha. KPPU, kata dia, hingga saat ini kesulitan memperoleh data hak guna usaha (HGU) masing-masing kelompok usaha sehingga perlu melakukan upaya ekstra mengumpulkan serpihan data misalkan dari laporan merger akuisisi.
“Pemerintah tidak pernah mengumumkan kelompok usaha A memiliki kebun sekian, hanya nama entitas PT saja. Di persaingan usaha tidak dilihat PT atau anak usaha yang kuasai lahan, tapi ditarik ke pengendalinya. Misalnya saya kendalikan kelompok usaha, punya lima anak usaha masing-masing kuasai 1.000 ha. Yang terpotret oleh public adalah anak usaha itu padahal jika ditarik ke belakang, saya sebagai pengendali lima anak usaha itu kuasai 5.000 ha,” terangnya.
KPPU mengusulkan agar pemerintah mengambil langkah pembatasan luas lahan perkebunan, per kelompok usaha. Semakin banyak pelaku usaha yang masuk ke suatu bidang, menurutnya hal itu makin baik dari sisi persaingan usaha yang sehat.
Terkait integrasi vertikal misalkan perusahaan perkebunan yang memiliki entitas usah pengolahan menjadi minyak goreng, KPPU merekomendasikan agar pemerintah melakukan pengawasan melekat.
Perkebunan sawit yang memiliki produksi minyak goreng, harus mendahulukan kepentingan domestiknya ketimbang melakukan ekspor. Ekspor dapat dilakukan oleh pelaku usaha dengan menggunakan sawit yang dibeli dari perkebunan rakyat.