Bisnis.com, JAKARTA – Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menegaskan pentingnya kewaspadaan Indonesia dalam melaksanakan transisi energi khususnya di sektor migas.
Benny Lubiantara, Deputi Perencanaan SKK Migas, mengungkapkan bahwa dalam transisi energi saat ini, pelaku industri migas perlu ekstra hati-hati dalam menyusun perencanaan bisnis. Pertama, dengan adanya pandemi, transisi energi akan berpengaruh terhadap investasi di hulu migas.
"Ada kecenderungan [produksi migas] menurun ketika nanti tiba-tiba ada asumsi harga, akan berdampak di mana tiba-tiba terjadi harga komoditas meningkat dan harga minyak meningkat, ini harus diantisipasi," terang Benny dalam Energy Outlook, yang disiarkan CNBC Indonesia, Kamis (24/02/2022).
Benny mengkhawatirkan, transisi energi akan berdampak pada sektor hulu migas. Akibatnya investasi sektor migas menurun tetapi permintaan (energi fosil) masih ada dan tidak mengalami penurunan.
"Karena implementasi transisi energi ini tidak semulus berjalan sesuai yang diprediksikan. Menurunnya investasi di hulu migas dan dikhawatirkan demand tidak turun, karena energi transisi tidak berjalan mulus seperti yang diharapkan," ungkap Benny.
Benny menilai, transisi energi bisa berjalan mulus cenderung lebih menantang karena diperlukan adanya perbaikan-perbaikan di sektor migas yang radikal dari daya tarik hulu migas.
Baca Juga
"Investor punya pilihan lain selain Indonesia, negara lain memperbaiki fiscal terms untuk hulu migas. Posisi kita tidak terlalu bagus daya saingnya. Kalau kita memperbaiki tapi tidak signifikan, tidak bergeser daya tariknya. Perlu radikal untuk fiscal term untuk menarik investor ke tanah air," pungkasnya.
Sementara itu, Dadan Kusdiana, Dirjen Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM mengatakan bahwa pemerintah akan menyelesaikan persoalan kebijakan tariff dan hal-hal lain guna mempermudah investasi di bidang EBT.
"Kita sedang menyelesaikan kebijakan tarif, atau perpres untuk menciptakan iklim investasi dan masuknya inovasi," kata Dadan.
Lebih lanjut, kata Dadan, kebijakan tersebut tidak mematok harga mutlak. "Sebagian besar dari kebijakan harga adalah nanti menerapkan kebijakan harga patokan tertinggi, tidak mematok harga sekian," imbuhnya.
Tarif yang kompetitif diyakini dapat menarik investor untuk menanamkan modalnya dalam proyek-proyek EBT.
"Buat investor ini semakin menarik dan untuk menarik modalnya, kita overall akan memberikan manfaat, harga tinggi di awal kemudian turun, setelah dipastikan balik modal. Selebihnya untuk pemeliharaan. Ini salah satunya yang sedang kita selesaikan," jelas Dadan.
Insentif lain juga tersedia dan bahkan sudah berjalan baik fiskal maupun non fiskal.
"Insentif fiskal dan non fiskal sekarang sudah berjalan. Di panas bumi ada dari hulu sampai hilir, kebijakan dari luar, ada pembebasan bea masuk. Kami akan tambah dari sisi kebijakan harganya," paparnya.
Pengembangan EBT diharapkan tidak membebani anggaran nasional dengan masuknya investor
"Kita buat supaya menarik investor dan jangan sampai memberatkan APBN," tandas Dadan.