Bisnis.com, JAKARTA — Kamar Dagang dan Industri (Kadin) mewaspadai potensi kenaikan harga bahan bakar minyak imbas dari konflik Rusia-Ukraina pada awal tahun ini.
Koordinator Wakil Ketua Umum III Kadin bidang Maritim Investasi dan Luar Negeri Shinta W. Kamdani mengatakan kenaikan harga bahan bakar minyak itu dapat mengoreksi torehan neraca perdagangan dalam negeri menjadi defisit tahun ini.
Shinta beralasan kenaikan bahan bakar minyak itu bakal turut mengungkit nilai impor bahan baku untuk industri. Adapun, nilai impor bahan baku itu diproyeksikan bakal membebani raihan ekspor di tengah krisis yang terjadi di kawasan Eropa Timur tersebut.
“Ini tidak hanya akan berdampak pada kenaikan impor bahan baku industri atau defisit neraca dagang tetapi bisa sangat membebani proyeksi pemulihan ekonomi nasional,” kata Shinta melalui pesan WhatsApp, Selasa (15/2/2022).
Shinta mengatakan beban energi dan logistik yang ditanggung pelaku usaha bakal ikut terkerek naik sepanjang kenaikan harga bahan bakar minyak tersebut. Konsekuensinya, inflasi sejumlah barang terkait akan terungkit di tengah masyarakat.
“Ini juga menjadi titik lemah kita karena kita sekarang net importer bahan bakar minyak yang masih belum cukup signifikan untuk melakukan diversifikasi atau transisi energi terbarukan, sehingga bila harga BBM global naik signifikan, seluruh aspek beban usaha di dalam negeri ikut meningkat,” kata dia.
Baca Juga
Di sisi lain, dia mengatakan potensi kenaikan harga komoditas global akibat konflik Rusia-Ukraina itu tidak akan berdampak positif bagi industri dalam negeri. Alasannya, Indonesia belum mampu mengambil alih pasar atau pasokan komoditas dari Rusia. Misalkan, dia mencontohkan, pasokan terbesar Rusia ke pasar global adalah bahan bakar minyak, batubara, logam mulia, gandum hingga besi dan baja.
“Yang bisa digenjot kinerja ekspornya kemungkinan hanya besi dan baja sementara batu bara kemungkinan tidak bisa karena di periode krisis energi tahun lalu pun kinerja ekspor batubara kita tidak meningkat terlalu signifikan by volume karena pelaku sektor kesulitan meningkatkan produktivitas,” tuturnya.
Sebelumnya, harga minyak mentah mulai mendingin pada perdagangan Selasa (15/2/2022) meskipun di pasar West Texas Intermediate (WTI) dan Brent harganya sudah menembus US$95 per barel. Namun, laju minyak diperkirakan masih terus naik.
Mengutip data Bloomberg pada 09.12 WIB, harga minyak WTI tercatat turun 0,34 poin atau 0,36 persen ke US$95,12 per barel. Adapun, harga minyak Brent turun 0,25 poin atau 0,26 persen ke US$96,23 per barel.
Tim Riset Monex Investindo Futures (MIFX) mengungkapkan bahwa ketegangan antara Ukraina dan Rusia yang belum mereda masih berpotensi meningkatkan harga minyak.
“Kekhawatiran bahwa kemungkinan invasi Rusia ke Ukraina dapat memicu sanksi AS dan Eropa akan mengganggu ekspor minyak mentah dari salah satu produsen minyak utama dunia berpeluang memicu kenaikan harga minyak,” tulisnya dalam riset, Selasa (15/2/2022).