Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Omicron hingga Tapering Jadi Risiko Global bagi Target Pertumbuhan Ekonomi 2022

Pemerintah perlu menyiapkan mitigasi bagi setiap risiko yang berpotensi mengganjal pertumbuhan ekonomi 2022 dengan amunisi kebijakan maupun anggaran jika diperlukan.
Pemandangan gedung bertingkat di Jakarta. /Bisnis-Arief Hermawan P
Pemandangan gedung bertingkat di Jakarta. /Bisnis-Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi 2022 sebesar 5,2 persen, lebih tinggi dari capaian 2021 yakni 3,69 persen. Namun, sejumlah risiko global diperkirakan membayangi upaya mendorong pertumbuhan pada tahun ketiga pandemi Covid-19 di Indonesia.

Wakil Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia 2022 akan lebih rendah dari capaian 2021. Hal tersebut sejalan dengan menurunnya perekonomian global sebagaimana diprakirakan oleh IMF, serta baseline pertumbuhan yang berbeda antara 2022 dan tahun sebelumnya.

Sebagai informasi, IMF memperkirakan ekonomi global tumbuh sebesar 4,4 persen di 2022 dan semakin menurun ke 3,8 persen pada 2023. Proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pun ikut dipangkas ke 5,6 persen dari proyeksi sebelumnya yakni 5,9 persen.

"Tahun ini adalah fase pemulihan, namun diperkirakan pertumbuhan di 2022 lebih rendah. Karena melihat tantangan-tantangan bukan hanya untuk Indonesia, tapi juga secara global, tidak gampang. Selain itu, secara baseline [pertumbuhan ekonomi] 2021 dengan 2022 dan juga 2020 dengan 2021 juga beda," jelas Eko pada konferensi pers virtual, Selasa (8/2/2022).

Menurut Eko, harapan untuk mencapai target pertumbuhan 5,2 persen tidak sepenuhnya sirna. Dia mengatakan pemerintah perlu memfokuskan kebijakan anggaran untuk mengatasi pandemi Covid-19 sebagai kunci dari pemulihan ekonomi. Namun, dia mengingatkan terdapat sejumlah risiko yang perlu diantisipasi.

Pertama, mutasi virus pemicu Covid-19. Varian teranyar Omicron pun sudah mulai memberikan pengaruh terhadap perekonomian nasional. Pemerintah pekan ini sudah mulai membatasi sedikit demi sedikit kegiatan masyarakat dengan menaikkan status PPKM ke level 3 di sejumlah daerah.

"Kemungkinan kalau katakan lah dalam tiga bulan ke depan ada lonjakan kasus, berarti probabilitas untuk mencapai pertumbuhan di atas 5 persen sejak triwulan pertama [2022] saja sudah agak sulit. Padahal, kalau mau tumbuh 5,2 persen secara tahunan kalau dibagi rata berarti setiap triwulan harus tumbuh di atas 5 persen," jelas Eko.

Kedua, gejolak harga minyak yang sudah melonjak. Lonjakan harga energi yang awalnya dipengaruhi oleh faktor musiman, jelas Eko, kini dipicu oleh kondisi geopolitik. Contohnya yaitu isu Rusia-Ukraina.

"Kalau ini terus-terusan naik, dugaan kami bisa menebus US$100 per barel, itu implikasinya tidak mudah untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi dengan situasi geopolitik yang demikian," tuturnya.

Ketiga, lonjakan harga komoditas dengan risiko inflasi mengintai setelahnya. Namun, Eko memprakirakan lonjakan inflasi akibat harga komoditas tidak akan langsung terjadi di dalam negeri. Hal itu karena daya beli masyarakat yang masih rendah hingga saat ini.

Keempat, pengurangan pembelian aset oleh bank sentral Amerika Serikat (AS) atau Federal Reserve. Seiring dengan inflasi AS yang sudah melebihi target, Fed akan mengurangi pembelian obligasi dari pemerintah sehingga berimplikasi pada kenaikan federal fund rate (FFR).

"Implikasinya di kita [Indonesia] tentu akan tetap menimbulkan gejolak walaupun momentumnya tidak akan lama. Kita relatif siap dengan cadangan devisa yang tinggi. Namun, jika berbarengan dengan kondisi geopolitik dan risiko lain, maka harus dipersiapkan skenario juga supaya kita bisa mengendalikan dampaknya," jelasnya.

Eko menyimpulkan pemerintah perlu menyiapkan mitigasi bagi setiap risiko tersebut dengan amunisi kebijakan maupun anggaran jika diperlukan.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dany Saputra
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper