Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengarahkan hidrogen menjadi salah satu energy carrier atau pembawa energi yang potensial untuk bisa masuk ke sektor industri maupun transportasi.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan, pemanfaatan hidrogen tidak menggunakan teknologi fuel cell, tetapi memakai teknologi pembakaran internal yang biasa digunakan oleh kendaraan bermotor.
“Hidrogen sekarang diarahkan menjadi salah satu energy carrier yang sangat potensial yang nanti bisa masuk ke industri, bisa masuk ke transportasi,” kata Dadan dalam seminar transisi energi dan sumber daya mineral yang dipantau di Jakarta, Senin (7/2/2022).
Dadan menjelaskan, apabila hidrogen bisa dimanfaatkan dengan baik melalui teknologi tersebut, maka industri di Indonesia tidak akan terlalu banyak mengalami revolusi.
Dia menyampaikan bahwa dulu pemerintah berharap hidrogen dapat dipakai di pembangkit listrik dan kendaraan bermotor dengan teknologi fuel cell, namun ternyata komoditas itu tidak direspon dengan baik oleh pasar.
Pemanfaatan hidrogen tidak hanya berdampak terhadap ketahanan energi nasional, tetapi juga akselerasi dekarbonisasi hingga ekonomi.
Saat ini, pemerintah sedang dalam tahap awal studi pengembangan dan akselerasi investasi hidrogen yang rencananya akan dilaksanakan di Kalimantan Utara dan Sumatera Utara.
Indonesia akan memproduksi hidrogen sebagai pembawa energi bersamaan dengan amonia yang bersumber dari batu bara.
Dalam peta jalan transisi energi menuju karbon netral, pemanfaatan hidrogen secara komersial perdana sebesar 328 megawatt (MW) akan berlangsung pada 2031–2035, lalu bertambah sebesar 332 MW di 2036–2040, dan pemanfaatan hidrogen sebesar 9.000 MW pada 2041–2050, serta sebanyak 52.000 MW pada 2051–2060.
Direktur Eksekutif Institute for Essential Service Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan, PLN perlu memasukkan komoditas amonia dan hidrogen ke dalam perencanaan transisi yang akan dilakukan oleh perseroan.
Menurutnya, perkembangan teknologi hari ini memungkinkan Indonesia untuk memproduksi amonia dan hidrogen secara kompetitif dalam satu dekade mendatang.