Bisnis.com, JAKARTA – Implementasi Perjanjian kesepakatan Re-alignment Flight Information Region (FIR) atau Penyesuaian Area Layanan Navigasi Penerbangan antara Indonesia dengan Singapura yang telah diteken pada 25 Januari 2022 masih melibatkan proses yang panjang ke depan.
Masyarakat Hukum Udara (MHU) Andre Rahadian mengatakan kesepakatan tersebut merupakan sebuah pencapaian yang baik. Meski begitu, Andre menilai perlu ada pembahasan ratifikasi dan peran dari International Civil Aviation Organization (ICAO).
“Namun masih panjang untuk tahap implementasi, ada proses ratifikasi melalui Kepres dan juga ICAO. Sehingga hal ini harus terus dikawal agar memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi indonesia," ujarnya, Senin (7/2/2022).
Secara keseluruhan, Andre menilai perjanjian bilateral FIR bersama Singapura merupakan hal yang penting dan strategis untuk Indonesia. Pasalnya, pengaturan FIR merupakan salah satu dari tiga perjanjian yang ditandatangani saat Leaders Retreat 2022. Dua perjanjian lainnya yaitu perjanjian latihan militer dan esktradisi.
"Dari segi militer, Indonesia tidak perlu lagi ada laporan dan meminta clearance ke Singapura. Selain itu, dari segi safety ini pelayanan tetap bisa ditingkatkan karena dari MHU melihat bahwa ini adalah hal pelayanan keamanan penerbangan," imbuhnya.
Pakar Politik Luar Negeri dan Pertahanan Negara Dr. Connie Rahakunidi Bakrie mengapresiasi upaya pemerintah Indonesia yang berhasil melakukan kesepakatan penyesuaian FIR dengan Singapura. Ia menjelaskan FIR berkaitan erat dengan kedaulatan dan pertahanan negara yang juga memiliki wilayah ruang udara yang disebut Air Defence Identification Zone (ADIZ).
Baca Juga
Dia berharap pemerintah dapat membuka ruang diskusi khususnya terkait masih adanya pendelegasian sebagian kecil ruang udara kepada Singapura.
“Seharusnya kita bisa mengelola secara penuh seluruh FIR yang ada, karena kedaulatan di ruang udara sangat penting,” ucapnya.
Sementara itu, Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Indonesia untuk Singapura Suryopratomo mengatakan pertemuan kedua kepala negara yang dilakukan pada 25 Januari 2022 adalah bagian dari agenda pertemuan rutin tahunan kedua negara, sebagai bentuk hubungan yang baik antar kedua negara yang telah terjalin selama 55 Tahun.
Dia menjelaskan pertemuan tersebut sejatinya dilangsungkan pada 2020 tetapi akibat pandemi Covid-19 baru bisa dilakukan pada Januari 2022. Pertemuan kedua kepala negara membahas berbagai bidang mulai dari keuangan, ekonomi, lingkungan, dan bidang lainnya.
“Pembahasan soal FIR, esktradisi, dan kerja sama pertahanan antara kedua negara sudah dilakukan sejak tahun 2007 dan tidak pernah bisa diselesaikan. Dengan berhasilnya dilakukan kesepakatan tersebut, tentunya menjadi pencapaian yang luar biasa yang dicapai pemerintah Indonesia, karena isunya sensitif dan tidak mudah,” ujarnya.