Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bank Dunia Pangkas Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Jadi 3,2 Persen di 2023

Proyeksi pertumbuhan ekonomi dari Bank Dunia tersebut melambat dari 4,1 persen pada tahun 2022 dan 5,5 persen pada 2021.
Peserta berdiri di dekat logo Bank Dunia dalam rangkaian Pertemuan IMF - World Bank Group 2018, di Nusa Dua, Bali, Jumat (12/10/2018)./Reuters-Johannes P. Christo
Peserta berdiri di dekat logo Bank Dunia dalam rangkaian Pertemuan IMF - World Bank Group 2018, di Nusa Dua, Bali, Jumat (12/10/2018)./Reuters-Johannes P. Christo

Bisnis.com, JAKARTA – Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan ekonomi global akan melambat hingga tahun 2023, di tengah ancaman dari varian baru Covid-19 serta kenaikan inflasi, tingkat utang, dan ketimpangan pendapatan.

Menurut laporan Global Economic Prospects terbaru Bank Dunia, pertumbuhan ekonomi global diperkirakan melambat menjadi 4,1 persen pada tahun 2022 dari level 5,5 persen pada 2021.

Pada tahun 2023, Bank Dunia kembali memangkas prospek pertumbuhan ekonomi global menjadi 3,2 persen karena dukungan fiskal dan moneter di seluruh dunia mulai dicabut.

Pesatnya penyebaran Covid-19 varian Omicron menunjukkan bahwa pandemi kemungkinan akan terus mengganggu aktivitas ekonomi dalam waktu dekat. Selain itu, perlambatan yang signifikan terjadi di negara-negara ekonomi utama, termasuk Amerika Serikat dan China, akan membebani permintaan eksternal di negara-negara berkembang.

Pada saat pemerintah di banyak negara berkembang kekurangan ruang kebijakan untuk mendukung perekonomian jika diperlukan, gelombang pandemi Covid-19 baru, terhentinya rantai pasokan, dan tekanan inflasi serta kerentanan sistem keuangan di sebagian besar dunia dapat meningkatkan risiko hard landing.

Presiden Grup bank Dunia David malpass mengatakan ekonomi dunia secara bersamaan menghadapi Covid-19, inflasi, dan ketidakpastian kebijakan, namun pengeluaran pemerintah dan kebijakan moneter masih belum dapat dipetakan seluruhnya.

David mengingatkan bahwa meningkatnya ketidaksetaraan dan tantangan keamanan dapat membahayakan ekonomi negara-negara berkembang.

“Menempatkan lebih banyak negara pada jalur pertumbuhan yang menguntungkan memerlukan tindakan internasional bersama dan serangkaian tanggapan kebijakan nasional yang komprehensif,” ungkap David dalam laporan Global Economic Prospects, dikutip Selasa (11/1/2022).

Perlambatan tersebut sejalan dengan kesenjangan tingkat pertumbuhan ekonomi antara negara-negara maju dan negara-negara berkembang. Pertumbuhan di negara-negara maju diperkirakan akan turun dari 5 persen pada 2021 menjadi 3,8 persen pada 2022 dan 2,3 persen pada 2023.

Laju pertumbuhan ini diperkirakan cukup untuk memulihkan output dan investasi ke tren pra-pandemi di negara-negara ini. Namun, di negara-negara berkembang, pertumbuhan diperkirakan akan turun dari 6,3 persen pada tahun 2021 menjadi 4,6 persen pada tahun 2022 dan 4,4 persen pada tahun 2023.

Pada tahun 2023, semua ekonomi maju akan mencapai pemulihan output penuh; namun output di negara berkembang akan berada 4 persen di bawah level pra-pandemi.

Bagi banyak ekonomi yang rentan, penurunan tingkat pertumbuhan ekonomi bahkan akan terasa lebih besar. Perekonomian negara yang terdampak konflik diperkirakan lebih rendah 7,5 persen dari level pra-pandemi, sedangkan di negara-negara kepulaian diproyeksikan lebih rendah 8,5 persen.

Sementara itu, Bank Dunia memperkirakan tekanan inflasi yang sangat memukul pekerja berpenghasilan rendah akan menghambat kebijakan moneter. Secara global dan di negara maju, inflasi berjalan pada level tertinggi sejak 2008.

Di negara berkembang, inflasi telah mencapai tingkat tertinggi sejak 2011. Banyak negara berkembang menarik dukungan kebijakan untuk menahan tekanan inflasi, padahal laju pemulihan ekonomi belum selesai.

Direktur Pelaksana Kebijakan dan kemitraan Pembangunan Bank Dunia Mari Elka Pangestu mengatakan pilihan yang diambil pembuat kebijakan dalam beberapa tahun ke depan akan menentukan arah perekonomian untuk dekade berikutnya.

“Negara-negara harus memprioritaskan bahwa vaksin disebarkan lebih luas dan merata sehingga pandemi dapat dikendalikan. Tetapi mengatasi kemunduran dalam perkembangan seperti meningkatnya ketidaksetaraan akan membutuhkan dukungan yang berkelanjutan,” ungkapnya.

Mantan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif di Era Presiden SBY tesebut mengatakan kerja sama global sangat diperlukan saat tingkat utang masih tinggi, guna membantu memperluas sumber daya keuangan negara berkembang sehingga mereka dapat mencapai pembangunan yang hijau, tangguh, dan inklusif.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper