Bisnis.com, JAKARTA — Badan Standardisasi Nasional (BSN) tidak mempersoalkan pencantuman label mengandung bisfenol-A (BPA) pada galon isi ulang atau galon guna ulang (GGU).
Direktur Pengembangan Standar Agro, Kimia, Kesehatan, dan Halal, Wahyu Purbowasito mengatakan belum ada ketentuan baku di tingkat internasional bahwa tingkat kandungan BPA pada kemasan polikarbonat (PC) membahayakan kesehatan. Selain itu, dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) galon air minum dalam kemasan (AMDK) belum ada parameter BPA.
"Belum dinyatakan di tingkat internasional, tingkat membahayakannya berapa, cara mengukurnya bagaimana, belum ada ketentuan yang baku," kata Wahyu kepada Bisnis, Kamis (23/12/2021).
Sebelumnya, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) berencana revisi Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) No.31/2018 tentang label pangan olahan.
Revisi beleid itu disebutkan bakal mewajibkan GGU untuk mencantumkan label mengandung BPA. Label BPA free atau bebas BPA, dapat dicantumkan pada produk air minum dalam kemasan (AMDK) selain berbahan polikarbonat (PC), yakni galon sekali pakai berbahan polietilena tereftalat (PET).
Selain itu, Wahyu juga menyoroti dampak lingkungan dari kebijakan itu jika implementasinya mendorong laju konsumsi galon sekali pakai. Pasalnya, menurut Wahyu belum ada analisis dampak lingkungan dari penggunaan galon sekali pakai secara masif dan berkepanjangan.
Baca Juga
"Kita lupa bahwa yang sekali pakai harus disiapkan analisis dampak lingkungannya. Kami khawatir, makin banyak orang yang senang pakai, lingkungan tidak kuat menampung itu dan harus ada kesiapan infrastruktur untuk mengolahnya," jelas Wahyu.
Wacana ini sebelumnya juga mendapat tentangan dari Kementerian Perindustrian dan pelaku industri, khususnya Asosiasi Industri Air Minum Dalam Kemasan (Aspadin).
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian bahkan meminta BPOM untuk mengkaji ulang rencana revisi beleid itu.
"Saya pikir kita harus endorse ke teman-teman Badan POM untuk mengkaji ulang rencana kebijakan itu," kata Asisten Deputi Pangan Kemenko Perekonomian, Muhammad Saifulloh.