Bisnis.com, JAKARTA – Kalangan pengusaha menilai penyesuaian upah minimum provinsi (UMP) dengan formula penghitungan baru telah sesuai dengan kemampuan dunia usaha. Para kepala daerah diharapkan dapat mengikuti ketentuan baru sebagaimana tertuang dalam PP No. 36/2021 tentang Pengupahan.
“Formulasi baru ini sudah sesuai dengan kemampuan perusahaan. Ini adalah angka yang adil dengan parameter yang merefleksikan kondisi riil seperti rata-rata konsumsi dan tingkat pengangguran,” kata Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani, Senin (15/11/2021).
Kementerian Ketenagakerjaan telah menyebutkan bahwa rata-rata penyesuaian UMP di seluruh provinsi adalah sebesar 1,09 persen. Angka ini diperoleh dari formulasi baru yang menggunakan 10 variabel, berbeda dengan PP No. 78/2015 yang hanya memakai pertumbuhan ekonomi dan tingkat inflasi.
“Nantinya memang ada daerah yang UMP-nya tidak naik karena melampaui batas atas. Kami sudah sampaikan bahwa kenaikan UMP yang terlalu tinggi memicu penyerapan tenaga kerja cenderung terbatas,” tambahnya.
Hariyadi juga kembali menekankan bahwa UMP bukanlah upah rata-rata yang diterima pekerja di suatu wilayah. UMP, kata dia, merupakan instrumen perlindungan sosial bagi pekerja dengan masa kerja di bawah 1 tahun agar tidak dibayar terlalu rendah.
Perwakilan dari Dewan Pengupahan Nasional (Dapenas) Adi Mahfudz mengatakan penyesuaian UMP pada 2022 merupakan hasil kesepakatan bersama antara pemerintah, pengusaha, dan pekerja. Dia berharap pengusaha yang tidak terdampak Covid-19 bisa mengikuti regulasi yang ada dalam penyesuaian upah tahun depan.
Baca Juga
“Begitu pula dengan para gubernur yang akan menetapkan sebelum 21 November agar tidak terpengaruh dengan hiruk-pikuk yang ada. Dengan begitu penetapan bisa sesuai dengan regulasi yang ada,” kata Adi.
Adi juga mengutarakan UMP yang kerap diperdebatkan setiap tahun sejatinya baru menjangkau 0,09 persen unit usaha di Tanah Air. Angka tersebut mencakup usaha skala besar dan menengah yang masing-masing berjumlah 4.952 unit dan sekitar 44.000 unit.
“Masih ada usaha kecil 1,09 persen dari 98,2 persen merupakan usaha mikro atau setara 54 juta unit yang mayoritas belum mengikuti ketentuan upah minimum,” katanya.
Dia menjelaskan pula bahwa formulasi UMP kali ini hadir untuk mengurangi disparitas antarwilayah yang terlalu tinggi. Dengan demikian laju pertumbuhan upah minimum di wilayah-wilayah dengan upah relatif rendah dibandingkan dengan rata-rata konsumsi wilayah tersebut bisa meningkat.
Formula terbaru juga diharapkan dapat menahan laju pertumbuhan upah minimum yang capaiannya lebih tinggi daripada rata-rata konsumsi wilayah tersebut.