Bisnis.com, JAKARTA – Kalangan pekerja menilai penetapan upah minimum provinsi (UMP) 2022 harus menjadi kewenangan penuh gubernur setiap provinsi, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang No. 11/2020 tentang Cipta Kerja.
Pemerintah pusat diharapkan tak mengintervensi proses penetapan upah minimum 2022 yang mulai mengacu pada regulasi baru Peraturan Pemerintah No. 36/2021 tentang pengupahan.
“Saya mendorong para gubernur untuk menetapkan UMP berdasarkan kondisi riil wilayahnya. Kalaupun ada rumus-rumus dalam PP No. 36/2021 maka ketentuan tersebut hanya sebatas acuan dan imbauan saja, bukan sebagai rumus yang mengatur 100 persen kewenangan gubernur,” kata Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar, Senin (15/11/2021).
Dia mengatakan para gubernur memiliki kepentingan dalam penetapan UMP maupun upah minimum kabupaten/kota (UMK) untuk mendukung konsumsi masyarakat di wilayahnya. Kenaikan upah minimum bisa meningkatkan daya beli pekerja dan mendukung pertumbuhan ekonomi.
Timboel menilai variabel-variabel yang dipakai dalam rumus penetapan UMP dan UMK yang mengacu pada PP No. 36/2021 bisa menurunkan rata-rata konsumsi per kapita. Di sisi lain, rata-rata jumlah anggota keluarga dan rata-rata jumlah anggota keluarga yang bekerja setiap tahunnya tidak berubah secara signifikan.
“Kondisi ini akan menyebabkan nilai batas atas upah minimum cenderung turun,” paparnya.
Baca Juga
Nilai batas atas yang relatif turun, lanjutnya, berdampak pada tingkat kenaikan UMP yang berada di bawah nilai inflasi. Hal ini terlihat dari simulasi kenaikan UMP dan UMK 2022 yang menunjukkan mayoritas penyesuaian upah berada di bawah 1 persen.
“Rumus baru menyebabkan kenaikan di bawah 1 persen atau tidak naik sama sekali. Sementara nilai inflasi di atas 1 persen. Pastinya daya beli buruh dan keluarganya akan menurun. Upah buruh tergerus inflasi,” kata Timboel.
Karena itu, dia berharap para gubernur bisa menjalankan kewenangan sesuai UU Cipta Kerja dan melihat kondisi wilayahnya secara objektif. Kepala daerah diminta tidak terpaku menaati rumus dalam PP No. 36/2021.
UMP 2022 sendiri ditetapkan pada nilai tertentu di antara batas atas dan batas bawah pada wilayah bersangkutan dengan menggunakan formula penyesuaian sebagaimana diatur dalam PP No. 36/2021. Penyesuaian UMP tidak boleh melampaui batas atas.
Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kemenaker Indah Anggoro Putri mengatakan UMP 2022 di 4 provinsi akan sama dengan 2021 karena nilainya telah melampaui batas atas upah minimum.
Keempat provinsi tersebut adalah Sumatra Selatan (Rp3.144.1446), Sulawesi Utara (Rp3.310.723), Sulawesi Selatan (Rp3.165.876), dan Sulawesi Barat (Rp2.678.863).
“Empat provinsi ini nilai upah minimumnya sudah melebihi batas atas. Kalau dinaikkan lagi dia akan makin melambung tidak bagus,” katanya.
Penetapan UMP 2022 paling lambat diumumkan gubernur setiap provinsi pada 21 November 2021. Sementara upah minimum kabupaten/kota (UMK) diumumkan paling lambat 30 November 2021.
Mengacu pada regulasi terbaru, terdapat 10 data yang dipakai dalam formulasi penyesuaian upah minimum, baik pada tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Dalam regulasi pengupahan terdahulu, PP No. 78/2015, penyesuaian upah minimum hanya menggunakan dua data berupa tingkat pertumbuhan ekonomi dan inflasi.
Kementerian Ketenagakerjaan menyebutkan formula baru dalam penghitungan upah minimum dimaksudkan untuk memacu laju pertumbuhan upah minimum di wilayah-wilayah dengan upah relatif rendah dibandingkan dengan rata-rata konsumsi wilayah tersebut.
Formula terbaru juga diharapkan dapat menahan laju pertumbuhan upah minimum yang capaiannya lebih tinggi daripada rata-rata konsumsi wilayah tersebut. Dengan demikian, kesenjangan upah minimum dapat dikurangi ke depannya.