Bisnis.com, JAKARTA — Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) melaporkan adanya praktik pungutan liar atau pungli yang dilakukan oleh perusahaan freight forwarding kepada anggotanya.
Sekretaris Jenderal DPP Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Toto Dirgantoro menuturkan modus pungli itu biasanya dikerjakan lewat pengutipan biaya tambahan dari pengapalan peti kemas ekspor.
“Justru dilakukan oleh forwarding khususnya kargo less load container [LCL] maupun ful kontainer yang melalui forwarding itu,” kata Toto melalui pesan suara kepada Bisnis, Selasa (26/10/2021).
Biasanya, Toto menuturkan, perusahaan freight forwarding memungut sampai Rp250.000 untuk biaya resmi yang dipatok Rp100.000. Pengutipan biaya tambahan itu dimasukkan pada komponen biaya administrasi.
“Ada juga Terminal Handling Charges (THC) ini bayar ke pelayaran tapi US$95 dalam mata uang rupiah kursnya sesuka pelayaran, tidak mengikuti patokan kurs yang ada ini yang menyebabkan biaya yang tinggi, belum kalau LCL biaya container freight station [CFS] juga tinggi,” kata dia.
Sebelumnya, GINSI juga membeberkan adanya praktik pungli dari perusahaan kargo yang memungut biaya importasi di luar jasa yang diberikan kepada perusahaan impor. Pungutan liar yang dilakukan agen kargo itu disinyalir mencapai Rp1juta-Rp3 juta per peti kemas.
Ketua Umum Badan Pengurus Pusat (BPP) Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) Subandi mengatakan banyak agen kargo atau pengapalan yang menetapkan biaya di luar kewajaran. Selain itu, muncul sejumlah biaya yang tidak ada pelayanannya.
“Saat ini operator kapal kehabisan ruang karena bisa jadi diborong oleh agen-agen kargo yang mengatasnamakan agen pengapalan yang mengenakan tarif sesukanya. Akibatnya, muncul biaya-biaya yang tidak ada pelayanannya dan cenderung menjadi pungli,” kata Subandi melalui pesan tertulis, Selasa (26/10/2021).
Berdasarkan invoice yang diperoleh Bisnis.com, terdapat sejumlah biaya importasi yang dikenakan seperti THC, EHS charges, TIS charges, LOLO, DO fee, Adm fee, Cleaning hingga congestion recovery surcharge.
Adapun total biaya tebus importasi yang dikenakan sebesar Rp118,7 juta dengan deposit container mencapai Rp40 juta. Adapun invoice barang impor dari Pelabuhan Karachi, Pakistan menuju Jakarta itu dikeluarkan pada 25 Oktober 2021.
“Bukankah jika tidak ada pelayanan tapi mengutip biaya termasuk pungli atau pemerasan? Ini enggak ada pelayanannya, untuk biaya cleaning memang kontainernya diapain,” kata Subandi.