Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Menko Airlangga: Kebijakan Jaga Pasokan Batu Bara & CPO Berdampak Baik ke Neraca Dagang

Neraca perdagangan pada September 2021 mencatat surplus sebesar US$4,37 miliar, sebagaimana dirilis dalam laporan Badan Pusat Statistik (BPS), Jumat (15/10/2021).
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto - Youtube Sekretariat Presiden RI
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto - Youtube Sekretariat Presiden RI

Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan bahwa strategi kebijakan pemerintah dalam menjaga pasokan ekspor batu bara dan CPO selama pandemi turut berdampak baik terhadap performa neraca perdagangan.

Seperti diketahui, neraca perdagangan pada September 2021 mencatat surplus sebesar US$4,37 miliar, sebagaimana dirilis dalam laporan Badan Pusat Statistik (BPS), Jumat (15/10/2021). Dengan demikian, tren surplus sejak Mei 2020 kembali dapat dipertahankan atau telah mengalami surplus selama 17 bulan berturut-turut.

Kinerja surplus yang impresif tersebut ditopang oleh peningkatan ekspor Indonesia yang tetap terjaga pada September 2021 dengan mencapai US$20,60 miliar, meningkat double digit sebesar 47,64 persen secara tahunan (year-on-year/yoy).

Surplus perdagangan yang terus terjaga terutama disebabkan karena kinerja komoditas ekspor andalan Indonesia yang terus meningkat di tengah tren peningkatan harga, khususnya batu bara sebesar 254,44 persen (yoy) dan CPO sebesar 63,90 persen secara bulanan (month-to-month/mtm).

"Selain disebabkan oleh mekanisme pasar, strategi kebijakan pemerintah selama pandemi dalam menjaga pasokan ekspor kedua komoditas tersebut serta menjamin ketersediaan pasokan dalam negeri, menjadi kunci menjaga momentum ekspor di tengah kenaikan harga," ungkap Airlangga dalam siaran resmi, Jumat (15/10/2021).

Sebagaimana diketahui, Indonesia merupakan eksportir batu bara terbesar kedua di dunia dan merupakan eksportir terbesar pertama di dunia untuk komoditas minyak kelapa sawit.

Menurut Airlangga, peranan penting Indonesia pada kedua komoditas tersebut sangat menentukan pasokan dunia. Di tengah permintaan yang tinggi, pemerintah telah menyusun strategi kebijakan manajemen pasokan ekspor yang optimal namun tetap menjaga stabilitas stok domestik melalui penetapan Domestic Market Obligation (DMO) bagi produsen batubara sebesar 25 persen.

Kebijakan itu memiliki dampak positif dalam menjaga momentum tren kenaikan harga global komoditas tersebut. Di sisi lain, DMO juga diindikasi mampu mendorong pengembangan produk hilir batu bara melalui ketersediaan bahan baku domestik untuk pengembangan produk gasifikasi, liquifikasi, briketisasi, dan berbagai pengembangan produk lainnya.

Sementara pada komoditas minyak kelapa sawit, strategi kebijakan pemerintah melalui penetapan tarif progresif pada Pungutan Ekspor (PE) komoditas sawit juga diindikasi menjadi faktor kunci dalam manajemen pasokan dunia dan menjaga tren momentum kenaikan harga komoditas tersebut.

Di sisi lain, skema PE progresif mampu mendorong ekspor komoditas turunan minyak sawit (turunan CPO) yang lebih bernilai tambah dengan menjamin ketersediaan stok minyak sawit mentah dalam negeri. Dengan demikian, produsen hilir domestik mendapatkan keunggulan karena harga bahan baku yang relatif lebih murah dibandingkan produsen dari luar negeri.

Di samping strategi spesifik pada kedua komoditas tersebut, Airlangga mengatakan pemerintah berperan aktif dalam mendorong kinerja ekspor Indonesia melalui beberapa kebijakan melalui pemberian insentif fiskal dan non-fiskal; fasilitas penyediaan ruang pamer, kegiatan pengembangan desain, dan pelayanan pelaku usaha; bimbingan teknis kepada pelaku usaha dan eksportir; informasi peluang pasar; pembiayaan, penjaminan dan asuransi ekspor; serta promosi dan pemasaran.

"Komitmen pemerintah dalam mendorong ekspor akan terus ditingkatkan melalui optimalisasi berbagai kebijakan dan terutama dalam mendorong ekspor komoditas dengan nilai tambah lebih besar," jelas Airlangga.

Selain neraca dagang, Airlangga menilai kembalinya level PMI manufaktur ke level ekspansif menandakan berlanjutnya pemulihan ekonomi di Tanah Air. Level PMI Indonesia pada September 2021 bahkan lebih baik dibandingkan dengan beberapa negara ASEAN seperti Filipina (50,9); Thailand (48,9); Malaysia (48,1); Myanmar (41,1); dan Vietnam (40,2).

Tidak hanya itu, pelonggaran pembatasan mobilitas masyarakat di beberapa wilayah di Indonesia seiring dengan penurunan kasus yang stabil, mampu mendorong sektor manufaktur untuk kembali bertumbuh.

“Pencapaian ini mengindikasikan pemulihan ekonomi Indonesia terus berlanjut yang juga tercermin dari level Purchasing Managers’ Index [PMI] Manufaktur Indonesia yang kembali berada pada zona ekspansif yakni 52,2 pada September 2021, melonjak dari bulan sebelumnya yang berada di level 43,7,” pungkasnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dany Saputra
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper