Bisnis.com, JAKARTA - Pengerjaan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung kembali menjadi sorotan publik lantaran keputusan pemerintah menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk menyelesaikan permasalahan pembengkakan biaya dalam mega proyek tersebut.
Ternyata, selain biaya yang membengkak dari hitungan awal, ada beberapa masalah lain yang dialami proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung itu. Salah satunya tantangan geografis yang cukup berat di beberapa titik.
"Selain itu adanya pandemi Covid-19 pada 2020 dan 2021 membuat proses pembangunan cukup terhambat. Namun untuk saat ini, kendala-kendala tersebut bisa diatasi dengan penerapan protokol kesehatan di lokasi pembangunan," kata Sekretaris Perusahaan PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) Mirza Soraya kepada Bisnis.com, Rabu (13/10/2021).
Dikutip dari laman resmi KCIC, dikatakan bahwa struktur tunnel Kereta Cepat Jakarta-Bandung dibangun di berbagai lokasi yang melintasi pegunungan dan bukit di wilayah Purwakarta dan Kabupaten Bandung Barat, ataupun area dengan padat aktivitas seperti jalan tol.
Konstruksi tunnel menyesuaikan dengan dua tipe metode, yaitu New Austrian Tunneling Method (NATM) atau Sequential Excavation Method (SEQ) dan Tunnel Boring Machine (TBM).
Di sisi lain, pemerintah pada awal pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung menargetkan proyek ini selesai pada 2019. Namun, hingga kini, proyek itu belum juga rampung. Perkembangan terbaru, pemerintah menargetkan proyek ini selesai pada 2022.
Baca Juga
Mirza menuturkan, dalam upaya mempercepat pelaksanaan konstruksi proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang sudah mencapai 79 persen pada pekan keempat September 2021, pihaknya tengah fokus pada pengerjaan tunnel, elevated track dan juga subgrade.
"Di samping itu kami mendorong penyelesaian konstruksi stasiun. Di saat yang bersamaan kami juga melakukan persiapan jelang operasional," ujarnya.
Adapun dia memerinci, KCIC tengah melakukan penyelesaian tiga terowongan dari 13 terowongan yang ada. Selain itu, pihaknya juga fokus pada penyelesaian erection girder untuk konstruksi elevated track, khususnya di DK 132 dan 132 di Batununggal Bandung ke arah Tegalluar.
Mirza menambahkan, prioritas lainnya adalah menyangkut penyelesaian subgrade di perbatasan Kabupaten Karawang dan Purwakarta.
Sebelumnya, Direktur Keuangan & Manajemen Risiko PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI Salusra Wijaya melaporkan di hadapan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bahwa kebutuhan investasi proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung membengkak dari US$6,07 miliar atau sekitar Rp86,67 triliun (kurs Rp14.280 per dolar AS) menjadi US$8 miliar atau setara Rp114,24 triliun.
Meski membengkak, dia menyebut estimasi ini sedikit turun dari perkiraan awal mencapai US$8,6 miliar atau Rp122,8 triliun. Biaya bengkak karena Indonesia belum menyetor modal awal senilai Rp4,3 triliun.
Guna menyelesaikan permasalahan bengkaknya dana proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) akhirnya meneken Peraturan Presiden (Perpres) No. 93/2021.
Perpres tersebut merupakan perubahan atas Perpres No. 107/2015, tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat Jakarta Bandung. Terdapat sejumlah poin utama yang terdapat dalam revisi beleid tersebut, salah satunya proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung kini bisa didanai oleh APBN.