Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PPN Sembako Dibatalkan, Ketua Komisi XI DPR: Ini Keberpihakan pada Masyarakat Bawah

Melalui pengesahan RUU HPP, barang dan jasa yang menjadi kebutuhan dasar masyarakat tersebut tetap dikecualikan dari barang kena pajak (BKP) atau jasa kena pajak (JKP).
suasana di salah satu super market di Jakarta, Rabu (9/9/2020). Bisnis/Abdullah Azzam
suasana di salah satu super market di Jakarta, Rabu (9/9/2020). Bisnis/Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA - Ketua Komisi XI DPR RI Dito Ganinduto menegaskan bahwa pemerintah dan parlemen berpihak kepada masyarakat kecil melalui pembatalan pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada sembako hingga jasa pendidikan.

Hal ini dipastikan setelah pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) menjadi UU, pada Rapat Paripurna DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Kamis (7/10/2021).

"Komitmen keberpihakan kepada masyarakat bawah dengan pemberian fasilitas pembebasan PPN atas barang pokok, jasa pendidikan, jasa kesehatan, jasa keuangan, dan jasa pelayanan sosial, skema PPN final untuk sektor tertentu, penyesuaian tarif PPN secara bertahap sampai dengan tahun 2025," jelas Dito pada konferensi pers, Kamis (7/10/2021).

Sebelumnya, pemerintah berencana untuk mengenakan PPN dengan skema multitarif pada barang kebutuhan pokok atau sembako, dan sejumlah jasa seperti pendidikan, kesehatan, keuangan, dan pelayanan sosial.

Namun, melalui pengesahan RUU HPP, barang dan jasa yang menjadi kebutuhan dasar masyarakat tersebut tetap dikecualikan dari barang kena pajak (BKP) atau jasa kena pajak (JKP).

Selain itu, Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly yang mewakili pemerintah pada Rapat Paripurna, menyatakan pengesahan RUU HPP menjadi UU membuat tarif pajak PPN resmi naik bertahap menjadi 11 persen per 1 April 2022. Dengan begitum skema multi tarif menjadi batal berlaku.

"Penerapan multitarif PPN akan menyebabkan cost of complience dan menimbulkan potensi dispute, maka disepakati sistem PPN tetap menerapkan tarif tunggal," ujar Yasonna.

Sebelumnya, dalam draf RUU HPP terdapat opsi multitarif di kisaran 5 persen–15 persen dan disepakati dalam pembahasan tingkat pertama di Komisi XI DPR. Namun, kebijakan itu akhirnya berubah dalam keputusan akhir saat rapat paripurna.

Adapun, UU HPP memuat enam kelompok materi utama yang terdiri dari sembilan bab dan 19 pasal. Undang-undang itu akan menjadi omnibus atau mengubah ketentuan perpajakan di sejumlah aturan, seperti UU Ketentuan dan Tata Cara Perpajakan, UU Pajak Penghasilan (PPh), dan UU PPN.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Dany Saputra
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper