Bisnis.com, JAKARTA - RUU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) akan disahkan di sidang paripurna DPR RI pada siang ini, Kamis (7/10/2021).
Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan optimistis RUU HPP akan mendorong penerimaan perpajakan dan peningkatan tax ratio Indonesia yang saat ini masih tercatat rendah.
Tax ratio Indonesia saat ini berkisar antara 9 hingga 11 persen dari PDB, jauh di bawah negara-negara Asean, misalnya Kamboja, Filipina, Vietnam, dan Thailand yang mencapai kisaran 16 hingga 18 persen dari PDB.
Di samping itu, Heri mengatakan perubahan dinamika global yang begitu cepat belum diantisipasi oleh regulasi perpajakan saat ini sehingga masih ada celah untuk menghindari pajak secara lintas yurisdiksi.
Regulasi perpajakan pun dinilai lambat merespons eksistensi bisnis digital dan transaksi dengan e-commerce.
“Berdasar latar belakang keadaan itulah DPR dan pemerintah sepakat untuk melakukan harmonisasi peraturan perpajakan. Dalam rangka itu segenap regulasi perlu disempurnakan dan perlu dibuat untuk menopangnya,” katanya dalam siaran pers, Kamis (7/10/2021).
Baca Juga
Heri menyampaikan, pemerintah perlu mensosialisasikan RUU HPP tersebut secara masif dan komprehensif kepada masyarakat, terutama terkait dengan penerapan NIK sebagai NPWP, kenaikan tarif PPN dari 10 persen menjadi 11 persen, dan penambahan layer tarif PPh.
Menurutnya, kebijakan perluasan basis perpajakan dengan penerapan NIK sebagai NPWP perlu dipersiapkan dengan matang dan juga sosialisasi yang luas.
Selama ini NIK dikelola oleh Kementerian Dalam Negeri sehingga perlu kolaborasi antar dua kementerian agar proses integrasi dapat terwujud tanpa hambatan yang berarti.
Selain itu, pemberlakuan NIK sebagai NPWP tidak serta merta akan menyasar seluruh warga menjadi sasaran pajak, ada ketentuan batas penghasilan dan pengecualian-pengecualian tertentu yang tidak dikenakan pajak.
Heri menambahkan, jika penerimaan perpajakan naik secara signifikan maka Indonesia bisa mengurangi akumulasi utang yang kian menggunung.
“Idealnya, biaya pembangunan memang seharusnya mengandalkan dari penerimaan perpajakan, sementara hutang cukup menjadi pendukung,” tuturnya.