Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah mengubah batas penghasilan kena pajak untuk pengenaan pajak penghasilan (PPh) orang pribadi (OP).
Aturan tersebut tertuang dalam Rancangan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (RUU HPP) yang telah disepakati oleh pemerintah dan DPR RI.
Berdasarkan draft RUU HPP Bab III Pasal 17 ayat (1), tarif pajak sebesar 5 persen diberlakukan bagi wajib pajak dengan penghasilan kena pajak sampai dengan Rp60 juta.
Pada aturan saat ini, pengenaan tarif pajak 5 persen diberlakukan bagi wajib pajak dengan penghasilan kena pajak sampai dengan Rp50 juta.
Pada lapisan berikutnya, wajib pajak dengan penghasilan kena pajak hingga Rp60 juta sampai dengan Rp250 juta akan dikenakan tarif sebesar 15 persen.
Pemerintah pun dalam RUU HPP menambah satu lapisan, yaitu wajib pajak dengan penghasilan kena pajak di atas Rp5 miliar, akan dikenakan tarif sebesar 35 persen.
Baca Juga
Sebagai gambaran, dalam ketentuan yang saat ini berlaku, tarif PPh Orang Pribadi diatur empat lapis, yaitu untuk Penghasilan Kena Pajak:
1. Sampai dengan Rp50 juta per tahun kena tarif pajak 5 persen
2. Di atas Rp 50 juta-Rp250 juta per tahun kena tarif 15 persen
3. Di atas Rp250 juta-Rp500 juta per tahun dikenakan tarif 25 persen
4. Di atas Rp500 juta per tahun dikenakan tarif sebesar 30 persen.
Dalam RUU HPP, lapisan tersebut diperlebar, yaitu untuk Penghasilan Kena Pajak:
1. Sampai dengan Rp60 juta per tahun kena tarif pajak 5 persen
2. Di atas Rp60 juta-Rp250 juta per tahun kena tarif 15 persen
3. Di atas Rp250 juta-Rp500 juta dikenakan tarif 25 persen
4. Di atas Rp500 juta–Rp5 miliar per tahun dikenakan tarif sebesar 30 persen.
5. Di atas Rp5 miliar per tahun dikenakan tarif sebesar 35 persen.
Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo menyampaikan bahwa perubahan batas penghasilan tersebut merupakan bentuk dari keberpihakan pemerintah pada masyarakat yang berpenghasilan lebih kecil.
“Perubahan lapisan tarif PPh orang pribadi ini jelas-jelas justru melindungi masyarakat menengah ke bawah. Lapisan terbawah yang sebelumnya hanya mencapai Rp50 juta, sekarang dinaikkan menjadi Rp60 juta,” kata Yustinus dalam keterangannya, pekan lalu.
Dia menjelaskan, PPh OP dihitung dengan mengalikan tarif dengan Penghasilan Kena Pajak. Penghasilan Kena Pajak adalah Penghasilan neto dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
Sementara, untuk OP tidak kawin, PTKP ditetapkan sebesar Rp 54 juta setahun. Artinya, orang pribadi yang penghasilannya tidak lebih dari Rp54 juta setahun atau sebesar Rp4,5 juta sebulan tidak kena pajak.
Yustinus menyimulasikan, wajib pajak yang berpenghasilan Rp114 juta setahun atau Rp9,5 juta per bulan, maka penghasilan kena pajak-nya adalah sebesar Rp60 juta dalam setahun setelah dikurangi Rp54 juta.
Berdasarkan aturan yang saat ini berlaku, wajib pajak tersebut akan dikenakan dua lapis tarif, yaitu 5 persen dan 15 persen, sehingga pajak yang ditanggung per tahun adalah sebesar Rp4 juta.
Sedangkan berdasarkan RUU HPP, wajib pajak ini hanya akan masuk ke lapisan satu dengan tarif 5 persen. Artinya, beban pajak yang ditanggung hanya sebesar Rp3 juta.
“Jadi, yang berpenghasilan kecil dilindungi, yang berpenghasilan tinggi dipajaki lebih tinggi pula. Ini sesuai dengan prinsip ability to pay alias gotong royong, yang mampu bayar lebih besar,” tegas Yustinus.