Bisnis.com, JAKARTA — Petani padi di sejumlah daerah kembali mengeluhkan naiknya biaya produksi akibat kelangkaan stok pupuk subsidi menjelang masa tanam selama musim hujan akhir tahun ini.
Sekretaris Jenderal Aliansi Petani Indonesia API) Muhammad Nuruddin menuturkan kelangkaan stok subsidi pupuk itu ditenggarai karena adanya permasalahan alokasi di tingkat kabupaten atau kota yang tidak sampai pada petani.
Akibatnya, sejumlah kelompok tani melaporkan adanya kenaikan harga pupuk subsidi yang relatif tinggi menjelang masa tanam padi tersebut.
“Kelangkaan itu karena ada tekanan-tekanan atau intervensi politik. Misalnya kalau Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok [RDKK] kebutuhannya 50.000 ton, ke petani itu tidak pernah sampai segitu, paling hanya 30.000 ton, itu yang disebut Ombudsman maladministrasi,” kata Nuruddin melalui sambungan telepon kepada Bisnis, Selasa (5/10/2021).
Berdasarkan laporan yang dihimpun API, harga Pupuk Subsidi Urea saat ini sebesar Rp135.000 atau naik Rp5.000 dari Rp130.000 per karung, Pupuk Subsidi NPK Phonska dan ZA sebesar Rp140.000 atau naik Rp5.000 dari Rp135.000 per karung.
Sementara untuk Pupuk Organik Petroganik mengalami kenaikan sebesar Rp20.000 menjadi Rp40.000 dari posisi awal Rp20.000 per karung.
Baca Juga
Nuruddin menuturkan kelangkaan pupuk subsidi itu lantaran sistem perencanaan dan pengawasan hingga ke petani tidak optimal. Dia mengatakan minimnya realisasi alokasi kebutuhan subsidi pupuk ke petani menjadi sinyal lemahnya administrasi yang dibangun oleh pemerintah pusat.
“Ini temuan di lapangan, pupuk-pupuk bersubsidi bisa dijual non subsidi, pupuk subsidi itu bisa dijual ke perusahaan-perusahaan yang memiiki HGU perkebunan baik di kehutanan atau perkebunan itu banyak modusnya,” kata dia.
Dengan demikian, dia menegaskan, alokasi pupuk subsidi itu relatif tidak tepat sasaran. Konsekuensinya, biaya produksi gabah menjadi tinggi sementara nilai jual produksi menjadi anjlok pada awal tahun depan.
“Kasihan, biasanya pupuk subsidi untuk mengurangi biaya produksi akhirnya karena telat dari pada padi mati petani beli pupuk non subsidi tetapi memengaruhi biaya produksi karena berpengaruh pada tingkat pendapatan,” kata dia.
Sebelumnya, Lembaga pengawas pelayanan publik Ombudsman RI tengah mendalami adanya potensi maladministrasi pada tata kelola pupuk bersubsidi. Ombudsman menemukan potensi maladministrasi dalam hal pendataan, pengadaan, penyaluran dan pengawasan pupuk bersubsidi.
Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika mengungkapkan potensi maladministrasi pada aspek pendataan dimana petani atau kelompok tani tidak terdaftar dalam sistem elektronik Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (e-RDKK) serta ditemukan adanya indikasi data E-RDKK yang tidak akurat.
"Masalah perbaikan data harus menjadi fokus kita. Mestinya sistem yang ada harus semakin baik lagi dalam pendataan dan dapat memudahkan petani," tegasnya dalam Diskusi PublikPotensi Maladministrasi Dalam Tata Kelola Pupuk Subsidi, Jumat (24/9/2021).
Kemudian pada proses pengadaan pupuk subsidi Ombudsman melihat adanya indikasi perbedaan standar minimum bahan baku pokok pupuk bersubsidi dan non subsidi. Hal ini menurut Ombudsman tidak memenuhi aspek keadilan dan pemerataan bagi petani.
"Saat ini Ombudsman sedang menyusun kajian sistemik terkait tata kelola pupuk bersubsidi yang nantinya akan menghasilkan saran perbaikan yang akan disampaikan ke pihak terkait, termasuk kepada Presiden Republik Indonesia," ujar Yeka