Bisnis.com, JAKARTA - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Kafe dan Restoran Indonesia (Apkrindo) Eddy Sutanto menyesalkan rencana pemerintah untuk menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) jadi 11 persen pada 1 April 2022.
Kebijakan itu, kata Eddy, bakal kembali menekan kinerja industri kafe dan restoran yang relatif terdampak serius akibat pandemi Covid-19 sejak tahun lalu. Di sisi lain, kenaikan PPN itu juga bakal menambah biaya produksi dari kegiatan usaha kafe dan restoran tersebut.
“Kita kena PPN saat beli bahan baku, kita jual ke customer tidak bisa di-PPN karena mereka itu PB1 [pajak restoran] tidak bisa di-offset jadi biaya produksi ke kita itu sekitar 15 hingga 16 persen akhirnya,” kata Eddy kepada Bisnis.com, Jumat (1/10/2021).
Apalagi, dia menuturkan, kebijakan anyar itu ditetapkan seiring dengan harga sejumlah bahan baku atau komoditas di pasar internasional tengah mengalami kenaikan. Konsekuensinya, usaha kafe dan restoran kecil dipastikan terkendala dari sisi produksi untuk dapat beroperasi di tengah masa pemulihan ekonomi nasional belakangan ini.
“Mereka [kafe dan restoran kecil] tidak bisa charge itu karena biaya mahal. Akhirnya kan ke konsumen, belum bahan baku naik semua. Ampun dah! Sudah tidak bisa dihindari karena itu harga dunia kan,” kata dia.
Seperti diberitakan sebelumnya, Pemerintah dan DPR RI menyepakati peningkatan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) secara bertahap hingga 2025.
Baca Juga
Berdasarkan draf RUU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang diterima Bisnis, Kamis (30/9/2021), tarif PPN dinaikkan menjadi 11 persen dari saat ini yang ditetapkan sebesar 10 persen.
“Sebesar 11 persen yang mulai berlaku pada tanggal 1 April 2022,” seperti tertulis di Pasal 7 beleid tersebut.
Sementara itu, tarif PPN sebesar 12 persen akan diberlakukan paling lambat mulai 1 Januari 2025. Disebutkan juga tarif PPN tersebut dapat diubah menjadi paling rendah 5 persen dan paling tinggi 15 persen.