Bisnis.com, JAKARTA – Belum rampungnya revisi Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi (Migas) membuat kepastian hukum di sektor tersebut terkatung-katung cukup lama. Padahal, pemerintah memiliki sejumlah target yang harus dipenuhi dalam waktu dekat.
Komaidi Notonegoro, Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, mengatakan bahwa revisi Undang-Undang Migas menjadi salah satu regulasi yang paling lama dibahas di parlemen. Pasalnya, revisi UU tersebut telah berlangsung sejak 2008.
Silih bergantinya anggota DPR hingga saat ini pun tidak dapat menjadikan revisi UU bisa diselesaikan dengan cepat.
“Ini mungkin menjadi proses revisi undang-undang yang terlama di parlemen,” katanya dalam webinar yang digelar pada Selasa (14/9/2021).
Komaidi menuturkan, revisi UU Migas sangat penting untuk diselesaikan, karena banyak mengatur tentang kepastian hukum bagi kontraktor agar lebih nyaman beroperasi di dalam negeri. Beleid itu juga mengatur fungsi dan kedudukan pelaksana tugas di sektor hulu migas.
Menurutnya, para kontraktor membutuhkan kepastian terhadap lembaga yang menggantikan BP Migas yang kemudian diputuskan keberadaannya inkonstitusional dan harus dibubarkan oleh Mahkamah Konstitusi.
Saat ini, fungsi dan tugas badan pelaksana minyak dan gas bumi dilaksanakan oleh pemerintah, atau kementerian terkait, sampai diundangkannya UU baru yang mengatur hal tersebut.
“KKKS tentu akan lebih nyaman apabila berkontrak dengan satu lembaga yang berfungsi dan kedudukannya cukup, sedangkan SKK Migas yang ada sekarang sebagai representasi pemerintah dan tidak dibentuk berdasarkan UU, tetapi peraturan di bawah undang-undang,” jelasnya.