Bisnis.com, JAKARTA — Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri Bidang Hubungan Internasional Shinta Kamdani meminta pemerintah untuk melonggarkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) demi memulihkan industri manufaktur.
“Selama permintaan pasar terkontraksi karena PPKM, industri manufaktur nasional akan sulit melakukan ekspansi produktifitas karena hanya akan menciptakan risiko kerugian yang lebih besar bagi pelaku usaha,” kata Shinta melalui keterangan tertulis, Rabu (1/9/2021).
Shinta beralasan sebagian besar industri berorientasi ekspor menjual output atau ekses produksinya ke pasar dalam negeri. Malahan, mayoritas industri manufaktur nasional menjual produksinya untuk permintaan domestik.
Shinta menerangkan hal itu disebabkan lantaran produk hasil industri tidak dapat terserap optimal di pasar domestik. Misalkan, dia mencontohkan, serapan produk pada industri tekstil, industri otomotif, dan elektronik rumah tangga relatif rendah selama pandemi tiga semester belakangan ini.
“Jadi peningkatan PMI tidak hanya tergantung pada aturan PPKM, tetapi juga tergantung pemulihan permintaan pasar dalam negeri,” kata dia.
Sebelumnya, PMI [purchasing managers’ index] manufaktur Indonesia tercatat berada di posisi 43,7 pada Agustus 2021. Terdapat kenaikan setelah terjadi koreksi dua bulan berturut-turut. Berdasarkan keterangan resmi IHS Markit, PMI manufaktur Indonesia pada Agustus 2021 meningkat dari 40,1 pada Juli 2021.
Adapun, catatan PMI manufaktur Juli 2021 itu anjlok dari angka 53,5 pada Juni 2021. Angka PMI di atas 50 menandakan sektor manufaktur dalam tahap ekspansif. Koreksi yang terjadi belakangan membuat sektor manufaktur di Indonesia belum memasuki tahap ekspansif kembali, tetapi mulai terdapat kenaikan pada Agustus 2021.