Bisnis.com, JAKARTA — CEO Grup Mining and Industry Indonesia (MIND ID) Orias Petrus Moedak mengungkapkan bahwa PT Freeport Indonesia membutuhkan insentif khusus untuk menyelesaikan proyek smelter tembaga di Gresik, Jawa Timur.
Dia mengatakan, pengerjaan proyek smelter Freeport berjalan baik. Namun, masih memerlukan insentif khusus karena secara korporasi pembangunan smelter tersebut tidak menguntungkan. Hal ini disebabkan nilai tambah pembangunan smelter tembaga hanya sekitar 5 persen.
"Proyek tembaga itu beda dengan komoditi lain. Nilai tambah di smelter tembaga tinggal 5–7 persen, dibandingkan nikel 20 persen, timah 40 persen," ujar Orias dalam konferensi pers, Selasa (31/8/2021).
Terkait hal ini, kata Orias, pihaknya telah dibantu oleh Kementerian BUMN bersurat dengan Kementerian Perindustrian dan Kementerian ESDM untuk meminta adanya insentif khusus guna menyelesaikan pembangunan smelter Freeport.
"Nilai tambah tembaga tipis jadi memang membutuhkan fasilitas-fasilitas perpajakan dan insentif lain yang dibutuhkan. Secara korporasi kepemilikan smelter tembaga ini tidak menguntungkan. Ini kami miliki karena aturan saja mewajibkan, tapi kalau perhitungan memang tidak nambah keuntungan," katanya.
Sebelumnya, Presiden Direktur Freeport Indonesia Tony Wenas juga beberapa kali mengungkapkan bahwa pembangunan smelter tembaga bukan proyek yang menguntungkan sebab nilai tambah harga jual dari konsentrat tembaga menjadi katoda hanya 5 persen.
Baca Juga
"Nilai tambah paling besar dari bijih itu jadi konsentrat itu sudah 95 persen nilai tambahnya karena harga jual sudah harga jual London Metal Exchange, namun dikurangi biaya TCRC (Treatment Charge and Refining Charge). Jadi dari konsentrat tembaga jadi katoda nilai tambahnya hanya 5 persen," ujar Tony dalam diskusi virtual, Senin (17/8/2020).
Namun demikian, PTFI tetap berkomitmen melanjutkan pembangunan proyek smelter tersebut sesuai dengan ketentuan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) PTFI.
Adapun, Freeport berencana memulai konstruksi smelter tembaga dengan kapasitas 2 juta metrik ton konsentrat per tahun di di Java Integrated Industrial and Ports Estate (JIIPE), Gresik, Jawa Timur, pada tahun ini. Freeport telah menandatangani kontrak kerja sama untuk kegiatan engineering, procurement, dan construction (EPC) dengan PT Chiyoda International Indonesia untuk proyek di JIIPE pada Juli 2021 lalu.
Pembangunan proyek smelter senilai kurang lebih US$3 miliar tersebut sempat terhambat akibat pandemi Covid-19. Karena alasan ini, Freeport pun mengajukan penundaan pembangunan selama 12 bulan kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada April 2020.
Di tengah usulan penundaan tersebut, juga sempat muncul opsi alternatif bahwa pembangunan smelter akan dilakukan di Weda Bay, Halmahera Tengah, Maluku Utara melalui kerja sama dengan Tsingshan. Dalam opsi kerja sama ini, sebagian besar biaya investasi pembangunan smelter rencananya akan ditanggung oleh Tsingshan. Namun, rencana kerja sama dengan Tsingshan tidak berlanjut karena tidak mencapai kesepakatan.