Bisnis.com, JAKARTA – PT Angkasa Pura II (Persero) atau AP II optimistis dapat menjalankan program pemulihan bisnisnya, termasuk mendukung terwujudnya holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sektor aviasi dan pariwisata di saat pandemi Covid-19.
Direktur Utama AP II Muhammad Awaluddin menuturkan bahwa perusahaan harus menghadapi tantangan terberat bagi sektor penerbangan global di saat melakukan transformasi.
Pandemi Covid-19, kata dia, menguji ketangguhan AP II dalam memberikan pelayanan kepada publik sambil terus menjaga konektivitas udara Indonesia.
Hal itu membuat perseroan memperkuat ketangguhan organisasi atau resilience organization dalam menghadapi pandemi dengan cara menetapkan berbagai prosedur, seperti pengaturan pola dan norma bekerja, perlindungan bagi publik, serta pengaturan proses bisnis hingga fasilitas di bandara.
“Dengan organisasi yang tangguh di tengah pandemi, AP II dapat menjalankan program pemulihan bisnis termasuk mendukung terwujudnya holding BUMN Aviasi dan Pariwisata,” ujarnya melalui siaran pers, Minggu (15/8/2021).
Dia meyakini, holding BUMN tersebut dapat lebih memperkuat operasional, serta mempercepat pemulihan sektor pariwisata dan aviasi Indonesia dengan tetap memperhatikan seluruh regulasi yang ada.
Baca Juga
“Holding menciptakan koordinasi tunggal dalam pengembangan masterplan, dan akan memaksimalkan keunggulan masing-masing anggota holding guna mempercepat pemulihan sektor pariwisata dan aviasi,” terangnya.
Menurutnya, AP II akan menjalan perannya dalam mengembangkan sektor kebandarudaraan dengan berkolaborasi bersama anggota holding lainnya guna merumuskan strategi pengembangan menyeluruh, optimasi layanan, dan operasional yang saling mendukung.
Sebelumnya, Wakil Menteri BUMN II Kartiko Wirjoatmodjo menjelaskan bahwa holding BUMN pariwisata bakal diberi nama PT Aviasi Pariwisata Indonesia.
Saat ini, lanjutnya, Kementerian BUMN telah mendapatkan PP terkait dengan perubahan fungsi PT Survai Udara Penas, dan sedang dalam proses menginbrengkan 5 perusahaan ke dalamnya. Bahkan, dia juga menyebutkan bahwa Penas sudah melakukan perubahan nama perusahaan.
“Kami akan launching di akhir Juli ini mengenai fungsi baru dari Penas [PT Survai Udara Penas] ini, termasuk kami lanjutkan dengan inbreng pada saham-saham perusahaan di bawahnya,” katanya.
Tiko, sapaan akrabnya, juga mengakui kebutuhan permodalan dalam menggarap holding di sektor itu cukup besar.
Dia memperkirakan adanya kebutuhan permodalan senilai Rp3,5 triliun terkait dengan permasalahan yang sedang dialami PT Garuda Indonesia Tbk. (GIAA). Dalam persoalan Garuda, dia bersama dengan Kementerian Keuangan menginginkan stand by facility yang nantinya bisa digunakan untuk proses restrukturisasi.
Proses restrukturisasi itu pun sedang dirancang agar melalui pengambilan Citilink atau menggunakannya untuk cashflow Garuda ke depan apabila berhasil direstrukturisasi.
Selain itu, Tiko juga menyebutkan, Penyertaan Modal Negara (PMN) senilai Rp2 triliun juga diperlukan untuk BUMN bandara, seperti AP I.
AP I, kata dia, juga memang mengalami tantangan cash flow untuk merenovasi dan membangun tujuh bandara baru, termasuk Yogyakarta International Airport (YIA) dan bandara lainnya di Surabaya, Balikpapan, dan Semarang.
Kemudian untuk ITDC, diperkirakan membutuhkan suntikan senilai Rp1,8 triliun untuk penguatannya di dua proyek pariwisata strategis, yakni Labuan Bajo dan Mandalika.
Pendanaan itu untuk membangun sirkuit dan pembangunan kawasan baru di Labuan Bajo. Di luar itu, terdapat kebutuhan pendanaan sekitar Rp1,2 triliun untuk penguatan permodalan di holding yang mendukung berbagai proyek dan penguatan operator perhotelan ke depan.