Bisnis.com, JAKARTA — PT Angkasa Pura I (persero) atau AP I memastikan likuiditas perusahaan masih mencukupi untuk menghadapi tantangan pendanaan, menyusul segera diluncurkannya holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pariwisata pada akhir Juli ini.
VP Corporate Secretary AP I Handy Heryudhitiawan mengatakan terbentuknya holding BUMN pariwisata akan membawa nilai tambah dan dukungan bagi perseroan. Namun perlu diantisipasi terkait pendanaan untuk proyek-proyek holding ke depan, terutama karena rencana merger diperkirakan berlangsung di tengah pandemi Covid-19.
“Soal holding BUMN Pariwisata. Kami pasti siap. Kalau ada tantangan pendanaan, kami harus memastikan likuiditas korporat tetap mencukupi dalam operasional ke depan, di tengah pandemi yang menekan kinerja perusahaan. Kami lakukan program-program cost leadership dan revenue enhancement,” ujarnya, Selasa (27/7/2021).
Wakil Menteri BUMN II Kartiko Wirjoatmodjo menjelaskan untuk holding pariwisata ini bakal diberi nama PT Aviasi Pariwisata Indonesia. Saat ini, lanjutnya, Kementerian BUMN telah mendapatkan PP terkait dengan perubahan fungsi PT Survei Udara Penas (Persero) dan saat ini sedang dalam proses menginbrengkan 5 perusahaan ke dalam Penas. Bahkan, dia menyebutkan Penas juga sudah melakukan perubahan nama perusahaan.
“Kami akan launching di akhir juli ini mengenai fungsi baru dari penas ini termasuk kita lanjutkan dengan inbreng pada saham-saham perusahaan di bawahnya,” katanya.
Tiko, sapaan akrabnya, juga mengakui kebutuhan permodalan dalam menggarap holding di sektor ini cukup besar. Dia memperkirakan adanya kebutuhan permodalan senilai Rp3,5 triliun terkait dengan permasalahan yang sedang dialami PT Garuda Indonesia Tbk. (GIAA). Dalam persoalan Garuda, dia bersama dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menginginkan adanya suatu stand by facility yang nantinya bisa digunakan untuk proses restrukturisasi garuda.
Proses restrukturisasi ini sedang dirancang agar melalui pengambilan citilink atau menggunakannya untuk cashflow garuda ke depan apabila berhasil direstrukturisasi.
Selain itu, Tiko juga menyebutkan PMN senilai Rp2 triliun juga diperlukan untuk BUMN bandara seperti AP I. AP I, kata dia, juga memang mengalami tantangan cashflow untuk merenovasi dan membangun 7 bandara baru termasuk Yogyakarta International Airport (YIA) dan bandara lainnya di Surabaya, Balikpapan, Semarang.
“AP I ada tantangan cashflow modal AP I di konteks pariwisata ini. Dan memang AP I dalam pembangunan bandara termasuk di Yogyakarta pun tidak pernah mendapatkan PMN,” jelasnya,
Kemudian untuk ITDC diperkirakan membutuhkan suntikan senilai Rp1,8 triliun untuk penguatan ITDC di dua proyek pariwisata strategis yakni di Labuan Bajo dan Mandalika. Pendanaan ini untuk membangun sirkuit dan pembangunan kawasan baru di Labuan Bajo. Di luar itu terdapat kebutuhan pendanaan sekitar Rp1,2 triliun untuk penguatan permodalan di holding mendukung berbagai proyek yang ada di dan penguatan operator perhotelan ke depan.