Bisnis.com, JAKARTA – Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Didik J. Rachbini menilai kondisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Indonesia saat ini berpotensi memicu krisis ekonomi.
“APBN ini punya masalah berat dan sakit. Saya menduga ini berpotensi memicu krisis ekonomi. Kalau dulu lewat nilai tukar, kalau sekarang lewat APBN, karena APBN-nya sekarang sangat berat,” tutur Didik pada diskusi virtual “Ekonomi Politik APBN, Utang dan Pembiayaan Pandemi Covid-19”, Minggu (1/7/2021).
Didik mengatakan masalah yang kini dihadapi oleh keuangan negara meliputi selisih pengeluaran dan penerimaan pemerintah atau defisit primer, utang negara, penyerapan anggaran daerah yang rendah, serta penyertaan modal negara (PMN).
Rektor Universitas Paramadina tersebut menilai pemerintah seharusnya menjaga APBN yang ikut kritis akibat menanggung krisis pandemi Covid-19.
Pasalnya, dia mengatakan ketika APBN digenjot besar-besaran ketika krisis pandemi sehingga memicu membesarnya defisit dan utang, dampaknya terhadap ekonomi tidak akan lebih baik dari negara-negara lain yang dapat mengendalikan APBN.
Didik menggarisbawahi defisit APBN yang semakin melonjak sejak sebelum pandemi Covid-19 yaitu 2019 hingga di 2021. Dia mengkhawatirkan total defisit APBN yang semakin membengkak nantinya diwariskan untuk pemerintahan dan parlemen berikutnya, meskipun berada pada situasi normal atau tidak dalam pandemi.
Baca Juga
“Sehingga dari waktu ke waktu nanti, APBN, presiden, dan anggota DPR kita yang akan datang, itu dipaksa dalam keadaan normal pun, untuk menambal defisit yang sangat besar ini,” ujar Didik.
Adapun, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat defisit APBN hingga semester I/2021 atau periode Januari-Juni 2021 mencapai Rp283,2 triliun. Besaran tersebut setara dengan 1,72 persen dari PDB.
Sementara itu, Kemenkeu memprediksi untuk sepanjang tahun 2021, APBN diprediksi masih akan mengalami defisit hingga Rp1.006,4 triliun.