Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menkomarinvest) Luhut Binsar Pandjaitan menjawab keresahan dan isu yang beredar di masyarakat terkait masifnya investasi China di Indonesia.
Luhut menjawab bahwa pemerintah memilih China dengan melihat perbandingan negara-negara lain yang mudah untuk diajak investasi dengan Indonesia. Pernyataan tersebut diungkapkan di acara Kick Andy Double Cek yang ditayangkan pada Minggu (25/7/2021).
“Kita melihat, mana sih negara yang paling kalau kita ajak investasi enggak banyak macam-macamnya? Ya, cuma China,” kata Menko Luhut, seperti dikutip Bisnis.com, Jumat (30/7/2021).
Menko Luhut mengatakan saat Indonesia mengajak berinvestasi dengan Amerika Serikat, pemerintah Negeri Paman Sam tersebut memberikan sejumlah persyaratan yang rumit untuk Indonesia.
“Kita lihat persyaratannya saja sudah capek, yang belum apa-apa nanti sudah selesai. Oke, thank you, selesai,” tambahnya.
Beda halnya dengan Amerika Serikat, Luhut mengatakan bahwa Indonesia memegang kendali atas persyaratan yang akan dikeluarkan saat kerja sama dengan China.
Menurutnya, kerja sama dengan China juga dilakuan secara business to business (B to B)agar hutang negara tidak terlalu banyak.
"Yang kedua, saya mau teknologi transfer, boleh. Saya mau jumlah pegawai kalian itu secara bertahap harus turun, boleh, tapi construction kami boleh banyak, karena kami mengerti, deal. Saya bilang kau harus dirikan sekolah, supaya nanti orang-orang Indonesia bisa menjadi pemimpin di situ,” jelasnya.
Dengan adanya syarat perjanjian itu, kata Luhut, jumlah tenaga asing dari China akan terus berkurang dan kemudian diisi oleh orang Indonesia. Dengan begitu, Indonesia bisa belajar teknologi dan menjadi batu loncatan industrialisasi.
Luhut juga mengungkap terdapat banyak manfaat terkait investasi China di Indonesia.
“Sangat banyak. Ekspor kita tahun lalu, itu menolong ekonomi kita US$10 miliar iron steel. Tahun ini itu akan 20 miliar dolar. Tahun 2024, total dari semua mereka investasi sekitar US$35 miliar. Kalau lithium baterai mungkin 2025 sudah US$50 miliar,” jelasnya.