Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menkomarinvest) Luhut Binsar Pandjaitan buka-bukaan soal isu masuknya jutaan tenaga kerja asing (TKA) asal China ke Indonesia.
Dia menegaskan tidak benar data tenaga kerja asing (TKA) dari China berjumlah jutaan yang masuk ke Indonesia. Lebih lanjut, Menko Luhut mengatakan bahwa jumlah TKA di Indonesia berkisar 30 ribu. Sementara, TKA dari China hanyalah belasan ribu.
“Saya pengin undang orang itu [yang mengatakan jutaan TKA dari China] datang ke saya baik-baik nanti saya ajak lihat, nanti tunjukin saya di mana itu [jutaan TKA dari China]. Karena itu kan pembohongan luar biasa,” kata Menko Luhut di acara Kick Andy Double Cek yang ditayangkan di Youtube seperti dikutip, Jumat (30/7/2021).
Dalam kesempatan itu, Menko Luhut menyampaikan Indonesia yang sedang melakukan hilirisasi industri. Dia menjelaskan bahwa bahan mentah atau raw material Indonesia, seperti nikel, nantinya dapat menjadi barang turunan untuk mendapatkan nilai tambah.
Salah satu produk yang diproduksi atau lithium baterai untuk mobil listrik.
“Sampai nanti pada lithium baterai dan bisa kita recycle, sehingga kita gunakan lagi,” ungkapnya.
Luhut mengaku telah melakukan survei di beberapa negara untuk menciptakan hilirisasi tersebut. Namun, dia mengklaim hanya pemerintah China yang bisa melakukan itu.
Menurutnya, industri China saat ini memiliki teknologi yang tinggi dan sudah maju.
“Hanya Tiongkok [China] yang bisa, dan ternyata teknologi mereka sudah bagus, sangat hebat sudah,” ucapnya.
Luhut mengatakan bahwa Indonesia termasuk negara yang beruntung dapat melakukan hilirisasi dengan China.
Pasalnya, Indonesia menjalin kerja sama ketika industrialisasi China berkembang pesat. Luhut melanjutkan saat ini sebanyak 70 persen ekonomi Indonesia hanya berada di wilayah Sumatera. Sementara itu, sisanya 30 persen berada di Indonesia Timur.
“Sekarang 3 Indonesia ekonomi yang surplus. Itu semua di Indonesia Timur. Morowali mungkin 7 persen, di Halmahera itu mungkin beberapa belas persen karena industri tadi,” sambungnya.
Di sisi lain, Ekonom senior dari Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri mengatakan, bahwa Indonesia hanya mendapatkan manfaat 10 persen dari industri pengolahan bijih nikel di Morowali dan Konawe. Sementara itu, sebagian besar lainnya yaitu 90 persen menjadi keuntungan bagi investor China yang membangun smelter di sana.
“Dari seluruh nilai yang diciptakan, dari proses olah bijih sampai produk-produk smelter, maksimum yang tinggal di Indonesia 10 persen. Indonesia hanya dijadikan ekstensi dari China untuk dukung industrialiasi China,” ungkapnya dikutip dari YouTube Refly Harun, Selasa (27/7/2021).