Bisnis.com, JAKARTA – Perpanjangan PPKM diperkirakan bisa mengurangi impor bahan baku bulanan sampai 30 persen. Penurunan tak lepas prospek menurunnya mobilitas dan permintaan dari pengguna.
“Selama PPKM ini industri pengguna tidak leluasa bergerak dan biasanya diikuti dengan penurunan penjualan. Persoalannya di daya beli sehingga impor bahan baku juga dibatasi [pelaku usaha],” kata Ketua Logistik dan Perhubungan Pelaku Industri Minta Aktivitas dalam Supply Chain Tidak Dibatasi Erwin Taufan, Rabu (21/7/2021).
Erwin memberi contoh impor untuk bahan baku infrastruktur yang cenderung berkurang sebagai imbas dari realokasi anggaran pembangunan. Hal serupa juga terjadi pada bahan baku yang industri penggunanya menghadapi penurunan permintaan selama pandemi, contohnya tekstil.
“Dengan kondisi sekarang penurunan kuantitas bulanan bisa sampai 30 persen. Cash flow dari pengguna bahan baku atau pabrik ini sangat memengaruhi,” tambahnya.
Data BPS menunjukkan impor bahan baku/penolong mengalami kenaikan secara tahunan sebesar 72,09 persen pada Juni dengan nilai mencapai US$13,04 miliar. Kenaikan impor bahan baku/penolong diikuti pula dengan PMI manufaktur pada Juni yang berada di level 53,5 atau ekspansif.
Sebelumnya, pelaku usaha yang tergabung dalam Kadin dan Apindo mengusulkan agar pemerintah dapat mendesain kebijakan fiskal secara konsolidasi untuk meningkatkan daya beli masyarakat, baik melalui program proteksi sosial yang dieksekusi dengan cepat maupun insentif ekonomi untuk dunia usaha yang memadai.
Baca Juga
Selain itu, diusulkan pula pembentukan stimulus produktif bagi dunia usaha. Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani mengatakan pengusaha harus mencicil pinjaman, membayar operasional perusahaan dan gaji pegawai.
Data terbaru Kementerian Perindustrian memperlihatkan utilisasi industri per Mei 2021 berada di level 61,60 persen, sedikit meningkat dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang sebesar 61,20 persen.
PPKM yang diperpanjang dikhawatirkan bakal memangkas utilisasi yang kenaikannya dicapai dalam setahun terakhir. Utilisasi pada Mei juga belum banyak berubah jika dibandingkan utilisasi pada periode pertama pandemi yakni April–Desember 2020 yang berkisar di level 61,10 persen.
Pada saat yang sama, aktivitas industri pengolahan Tanah Air banyak mengandalkan permintaan luar negeri untuk menjaga kinerja di tengah ancaman pelemahan permintaan domestik.
Data yang dihimpun Kementerian Perdagangan menunjukkan bahwa ekspor industri pengolahan pada periode Januari–Mei 2021 mencapai US$66,98 miliar atau naik 31,09 persen dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Nilai ini setara dengan 83,99 persen dari total ekspor nonmigas selama Januari–Mei 2021 yang bernilai US$79,74 miliar.