Bisnis.com, JAKARTA – Potensi Taper Tantrum, yang dapat menyebabkan aliran modal keluar asing atau capital outflow, bukan satu-satunya hal yang perlu dikhawatirkan bagi pasar keuangan, khususnya dari negara-negara berkembang (emerging countries) termasuk Indonesia.
Ekonom Center for Strategic and International Studies (CSIS) Yose Rizal Damuri mengatakan krisis sektor keuangan yang berpotensi terjadi itu dapat menjadi semakin parah akibat utang yang melonjak dibandingkan dengan dua tahun lalu.
“Itu juga salah satu faktor risiko yang perlu diperhatikan, bahwa exposure terhadap utang atau utang terhadap PDB [produk domestik bruto] meningkat secara pesat. Kalau ditambah dengan capital outflow, sektor keuangannya tidak akan bisa bertahan,” kata Yose Rizal kepada Bisnis, Rabu (16/6/2021).
Selain utang pemerintah, dia mengingatkan utang korporasi perlu diperhatikan, terutama utang milik BUMN. Utang pemerintah dan korporasi, kata Yose Rizal, memberikan risiko tinggi terhadap sektor keuangan karena jumlah utang yang semakin tinggi.
Tidak hanya itu, default risk dari utang korporasi kemungkinan cukup tinggi bahkan sebelum pandemi Covid-19. Yose Rizal berpandangan bahwa sudah banyak pihak yang mengingatkan terkait dengan hal tersebut, khususnya pada emerging market.
Dia mengibaratkan utang korporasi sebagai bahan bakar. Sementara risiko Taper Tantrum diibaratkan sebagai api yang dapat membakar, atau mengganggu sektor keuangan.
Baca Juga
“Bahan bakarnya ini sudah ada. Tinggal menunggu apinya saja, dan risiko taper tantrum ini berpotensi menjadi api untuk membakar sektor keuangan yang sebenarnya memang sudah cukup bermasalah,” pungkasnya.