Bisnis.com, JAKARTA – Aktivitas perdagangan Indonesia dengan sejumlah mitra dagang utama tercatat turun pada Mei 2021. Negara-negara seperti China, Amerika Serikat, Jepang, dan India bahkan menjadi penyumbang penurunan ekspor dan impor bulanan terbesar.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan bahwa ekspor Indonesia pada Mei 2021 turun 10,25 persen dibandingkan dengan April sehingga menjadi US$16,60 miliar.
Negara tujuan ekspor dengan penurunan terbesar adalah China senilai US$460,1 juta, Amerika Serikat sebesar US$329,8 juta, India dengan penurunan US$290,3 juta, Jepang dengan penurunan sebesar US$227 juta, dan Korea Selatan sebesar US$176,7 juta.
Penurunan serupa terlihat pula pada impor yang terkontraksi 12,16 persen menjadi US$14,23 miliar dibandingkan dengan April 2021. Penurunan impor terjadi akibat pemasukan barang dari China yang berkurang US$564,7 juta, dari Jepang US$316,2 juta, Amerika Serikat US$195,1 juta, impor dari Thailand turun US$192,9 juta, dan dari India turun US$165,6 juta.
Kepala BPS Suhariyanto mengemukakan penurunan impor secara bulanan pada Mei tak lepas dari efek musiman. Dia mengatakan nilai impor cenderung turun usai Ramadan dan Ramadan berakhir dan turut dipengaruhi oleh hari kerja yang lebih sedikit.
Sementara dari sisi ekspor, Suhariyanto menyebutkan penurunan banyak dipengaruhi oleh situasi di dalam negeri destinasi ekspor. Dia memberi contoh India yang masih menghadapi lonjakan kasus Covid-19 dan berefek pada indeks manufaktur negara tersebut yang terkontraksi dari 55,5 pada April 2021 menjadi 50,8 pada Mei.
Baca Juga
“Saya tidak akan terlalu khawatir dengan penurunan ekspor secara bulanan karena dari pattern yang ada pada tahun-tahun sebelumnya, setiap kita habis Ramadan dan Lebaran, selalu ada penurunan volume. Tetapi nanti akan naik lagi. Dalam hal ini saya akan [lebih] melihat kenaikan secara tahunan,” kata Suhariyanto dalam konferensi pers, Selasa (15/6/2021).
Dia mengemukakan penurunan ekspor ke China terjadi pada sejumlah komoditas. Di antaranya adalah karet dan barang dari karet, besi dan baja, serta terak logam. Sementara penurunan ekspor ke Jepang disebabkan oleh turunnya permintaan karet dan barang dari karet serta mesin dan barang elektrik.
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Hubungan Internasional Shinta W. Kamdani mengemukakan penurunan impor secara bulanan merupakan hal yang lumrah seiring berakhirnya Ramadan dan Lebaran.
Dia mengatakan konsumsi cenderung melambat setelah festive season sehingga pelaku usaha tidak memiliki banyak alasan untuk menaikkan impor.
Meski demikian, Shinta juga menilai penurunan ekspor tak seharusnya terjadi. Harga komoditas yang stabil tinggi dan permintaan global yang masih baik seharusnya tak menjadi kendala bagi Indonesia untuk melakukan ekspansi ekspor.
“Kalau melihat pergerakan demand dan pricing komoditas internasional, seharusnya tidak ada kendala bagi Indonesia untuk melakukan ekspansi ekspor setelah Maret. Kondisi demand di pasar global terus naik menuju normal dan rata-rata harga komoditas global juga terus naik melebihi harga pada 2019,” kata Shinta saat dihubungi.
Dia menduga penurunan ini tak lepas dari situasi produksi di dalam negeri. Hal ini setidaknya terlihat dari penurunan ekspor bulanan yang telah terlihat sejak April, terutama pada produk perkebunan dan produk manufaktur seperti otomotif, komponen permesinan, dan komponen elektronik.
“Penyebabnya penurunan kinerja bisa berbagai macam seperti kondisi Ramadan dan Lebaran yang menciptakan penurunan jam kerja produktif sepanjang April dan Mei, faktor kendala supply chain seperti pada pada otomotif dan juga kendala penetrasi pasar,” katanya.