Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa meski pemulihan ekonomi sedang terjadi dan memberi dasar untuk optimistis, Indonesia tetap perlu mengantisipasi keberlanjutan dari proses rebalancing [keseimbangan kembali] ekonomi China, sebagai ekonomi nomor dua di dunia.
Keseimbangan kembali di China, papar Sri Mulyani, akan dapat memengaruhi fluktuasi harga komoditas. Hal tersebut juga memberi dampak negartif kepada seluruh perekonomian dunia.
Menurut Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira, risiko rebalancing dari China datang dari konsumsi dalam negeri yang akan membuat harga komoditas mengalami penyesuaian.
Apalagi dengan masih berlangsungnya perang dagang antara Amerika Serikat-China, Bhima memperkirakan China akan mengurangi ketergantungan ekspornya.
"Indonesia yang menjadi partner dagang China untuk ekspor produk bahan baku bagi kebutuhan industri akan dipaksa menyesuaikan jenis produk yang dijual. China bisa jadi lebih butuh barang jadi atau barang konsumsi," ujar Bhima kepada Bisnis, Kamis (3/6/2021).
Dia lalu menambahkan bahwa kondisi rebalancing perlu diantisipasi dengan kenaikan nilai tambah produk manufaktur yang diekspor Indonesia ke China.
Baca Juga
Bhima menilai porsi komoditas perlu segera dikurangi dengan beralih ke ekspor produk makanan dan minuman jadi, pakaian jadi, furnitur dan alas kaki.
Sejalan dengan itu, dia juga menyarankan pemerintah agar melakukan diversifikasi pasar ekspor ke negara selain China, untuk mengantisipasi proses rebalancing yang tidak mulus.