Bisnis.com, JAKARTA - Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) mencatat ada sekitar 5,3 juta pekerja migran Indonesia (PMI) yang bekerja secara ilegal dan tidak terdaftar di sejumlah negara.
Kepala BP2MI Benny Rhamdani mengatakan PMI yang bekerja secara ilegal atau tak resmi, negara akan kesulitan, bahkan tidak tahu keberadaan maupun pekerjaan yang dijalani. Total PMI mencapai 9 juta orang, sedangkan 3,7 juta PMI lainnya bekerja legal dan terdaftar secara resmi.
"Pekerja legal dilindungi negara. Pekerja ilegal tidak bisa dikontrol, kecuali kalau mereka melapor ke kedutaan ketika ada masalah," kata Benny, Jumat (14/5/2021).
Dia menambahkan PMI berangkat secara legal atau resmi sudah terdata mulai dari nama, alamat, pekerjaan hingga perolehan gaji dari majikan atau perusahaan. Dengan demikian, negara lebih mudah memantau kondisi PMI di luar negeri termasuk persoalan yang mereka hadapi.
Benny menjelaskan perbedaan mendasar antara pekerja legal dan ilegal. Pekerja legal sebelum berangkat ke luar negeri dibekali dengan kemampuan bahasa agar bisa berkomunikasi dengan majikan maupun pimpinan perusahaan. Selain itu, juga dibekali keahlian dan keterampilan tertentu. Kalau sudah punya bekal, tentu akan lebih dihormati dan dihargai di luar negeri.
Mereka juga dibekali BPJS Ketenagakerjaan, dengan membayar Rp13.000 per bulan, manfaat yang didapatkan sangat besar. Apabila meninggal mendapat sekitar Rp85 juta, bahkan bagi yang punya anak dapat beasiswa dari SD hingga Perguruan Tinggi.
Baca Juga
"Oleh karena itu, siapkan diri kalau memang mau bekerja di luar negeri. Jika berangkat secara resmi, negara sudah pasti menjamin keamanan dan keselamatan PMI," ujarnya.
Sementara PMI ilegal, lanjut Benny, sangat berisiko terkena berbagai tindakan tidak menyenangkan, seperti kekerasan fisik, seksual, belum lagi gaji tidak dibayar, kalaupun dibayar sesuai keinginan majikan. Selain itu, bekerja tidak resmi tidak diawali dengan perjanjian kerja antara majikan/perusahaan dan pekerja.